Selasa, 24 April 2012

Ca Paru


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan jaringan normal, dan tetap berperangai demikian walaupun rangsangan yang menimbulkan perubahan tersebut telah hilang. Pada saat ini merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti, oleh karena dengan ditegakannya diagnosis kanker pada seseorang itu berarti telah dapat diramalkan hidupnya tidak terlalu lama lagi. Pada umumnya penderita kanker berakhir dengan kematian.

Dewasa ini, masalah kanker paru dirasakan makin menonjol dibandingkan 20 tahun yang lalu, terutama di Indonesia. Menurut Union Internationale Centre Le Cancer (IUCC), insidensi dan mortalitas kanker paru meningkat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang. Di negara-negara maju, kematian akibat kanker menempati urutan pertama di antara 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kanker menempati urutan ke 7 sesudah penyakit-penyakit infeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas, penyakit kardiovaskular dan lain-lain. Di negara-negara maju, kanker paru pada pria menempati urutan pertama sampai ke tiga dari seluruh penderita kanker. Bagaimana keadaannya di Indonesia? Ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Makin menonjolnya masalah kanker paru di Indonesia ini disebabkan oleh beberapa faktor :
1.      Makin majunya ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran dengan ditemukannya alat-alat diagnostik baru; makin banyak penderita kanker paru didiagnosis.
2.      Meningkatnya konsumsi rokok, di mana rokok mempunyai hubungan erat dengan   timbulnya kanker paru.
3.      Meningkatnya polusi di udara, sebagai akibat bertambahnya kendaraan bermotor dan berdirinya pabrik-pabrik baru.
4.      Membaiknya pelayanan kesehatan, mengakibatkan bertambahnya penduduk yang berusia lanjut.

1.2  Tujuan
Mahasiswa mampu untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien dengan kanker paru.





























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kanker Paru
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang  mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, 2000).

2.2  Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru, (Suyono, Slamet, 2001) :
·         Merokok
Kanker paru terjadi sepuluh kali lebih sering pada orang yang merokok dibandingkan orang yang tidak merokok. Hal ini ditentukan dari jumlah rokok yang dihisap setiap hari dalam satu tahun. Sebagai tambahannya orang yang mulai merokok pada usia muda mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena kanker paru. Factor lain yang menentukan juga adalah komposisi yang terdapat dalam rokok tersebut (mengandung TAR, yang menggunakan filter atau tidak).
·         Perokok pasif
Perokok pasif  juga dapat terkena kanker paru, dengan kata lain orang  tersebut tidak sadar  sudah terpapar asap rokok dari lingkungan sekitarnya. Hal ini meningkatkan resiko terkena kanker paru.
·         Polusi udara
Berbagai macam zat karsinogenik banyak terdapat pada atmosfir seperti sulfur, asap kendaraan bermotor dan polutan dari hasil penyulingan minyak dan asap pabrik. Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa karena di kota banyak peningkatan polutan yang berasal dari asap pabrik dan kendaraan bermotor.
·         Resiko pekerjaan
Orang-orang yang bekerja pada daerah industry akan terpapar zat-zat karsinogenik dalam jangka waktu yang lama seperti arsen, asbes, kromium, nikel, minyak dan radiasi. Zat-zat inilah yang dapat meningkatkan resiko terkena kanker paru-paru.

·         Radon
Gas radon adalah suatu gas mulia secara kimia dan alami yang merupakan pemecahan dari suatu produk uranium alami. Radon tersebut pecah/hancur dan membentuk produk-produk yang mengemisi suatu tipe radiasi yang terionosasi. Gas radon adalah suatu penyebab kanker paru, dengan estimasi 12% dari kematian-kematian kanker paru atau 15,000 sampai 22,000 kematian-kematian yang berhubungan dengan kanker paru setiap tahun di Amerika, menjadikan radon sebagai penyebab utama kedua dari kanker paru di Amerika.
·         Genetik
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a.       Proton onkogen.
b.      Tumor suppressor gene.
c.       Gene encoding enzyme.
           
2.3 Patofisiologi Kanker Paru
Perluasan dari lesi primer paru adalah carcinoma bronchogenic, tumor pada epithelium jalan nafas. Tumor-tumor ini dibedakan berdasarkan tipe selnya, yaitu : small cell, atau oat cell, carcinoma, dan non-small-cell carcinoma. Small cell carcinoma kira-kira 25% dari kanker paru, tumbuh dengan cepat dan menyebar secara dini. Tumor-tumor ini memiliki unsur-unsur paraneoplastik, ini berarti tumor ini menghasilkan lokasi metastasis yang dipengaruhi oleh tumor secara tidak langsung.
Small cell carcinoma bisa mensintesis bahan bioaktif dan hormon yang berperan sebagai adrenocorticotropin (ACTH), hormon antidiuretik (ADH), dan sebuah parathormon-seperti hormon dan gastrin releasing peptide. Angka Non small-cell carcinoma mencapai 75% dari angka kanker paru. Tiap tipe sel berbeda dari segi insiden, penampakan dan cara penyebaran.
            Kanker bronkogenik, tanpa memperhatikan tipe sel, cenderung menjadi agresif, lokal invasif, dam memiliki penyebaran/metastasis lesi yang luas/jauh. Tumor dimulai sebagai lesi mukosa yang tumbuh menjadi bentuk massa yang melewati bronki atau menyerang jaringan sekitar paru. Semua tipe sering menyebar melalui sistem kelenjar getah bening yang membengkak dan organ lain (Porth, 1994).  (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).
Kanker paru cenderung bermetastasis ke kelenjar limpa, otak, tulang, hati dan organ lainnya. Kebingungan (konfusi), gangguan berjalan dan keseimbangan, sakit kepala, perubahan perilaku bisa saja merupakan manifestasi dari metastasis pada otak. Tumor yang menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri pada tulang tersebut, fraktur, dan bisa saja menekan spinal cord, seperti halnya trombositopenia dan anemia jika sumsum tulang di invasi oleh tumor.
            Ketika hati di serang, gejala dari kelainan fungsi hati dan obstruksi biliari meliputi jaundice (penyakit kuning), anoreksia, nyeri pada kuadran kanan atas (Seale & Beaver, 1992; Wilson et al, 1991).
            Sindrom vena cava superior, obstruksi sebagian atau seluruh vena cava superior berpotensi menyebabkan komplikasi pada kanker paru, terutama pada saat tumor menginvasi k mediatinum superior atau kelenjar limpa mediastinal. Baik akut maupun subakut gejalanya dapat di catat. Telihat udem pada leher dan wajah klien, sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dan sinkop. Vena bagian atas dada dan vena di leher akan mengalami dilatasi; terjadiny sianosis. Udem pada cerebaral akan mengubah tingkat kesadaran; udem pada laring dapat merusak sistem pernafasan. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)

2.4 Stadium Kanker Paru
Stadium kanker paru di tentukan oleh ukuran tumor, lokasinya, tingkat penyebaran tumor primernya, dan jauhnya metastasis yang terjadi. Stadium kanker dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Stadium
Tumor Primer
(T)
Kelenjar limfe regional
(N)
Metastasis jauh
(M)
Stadium 0
T0àtidak terbukti adanya tumor primer.
Txàsel kanker terdapat pada sekret bronkus, tetapi tumornya tidak kelihatan.

Mxàtidak diketahui adanya metastasis jauh.
Stadium I
T1Sàkarsinoma in situ


T1àtumor dengan diameter ≤ 3 cm dengan tidak adanya invasi ke jaringan sekitar.
NOàtidak adanya metastasis pada kelenjar limpe regional.



N1à Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar – kelenjar hilus ipsilateral.
MOàtidak ada metastasis jauh.
Stadium II
T2àtumor dengan diameter lebih dari 3 cm, menyerang pleura visceralis, sehingga mengakibatkan atelektasis dan pneumonitis.


Stadium III
T3àtumor meluas secara langsung ke jaringan sekitarnya/sebelahnya, yang mengakibatkan effusi pleura, atelektasis dan pneumonitis pada seluruh paru.
N2à Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar limfe subkarinal.

Stadium IV
T4à Tumor   menyerang mediastinum atau mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, vertebra, atau karina; atau adanya efusi pleura yang maligna.
N3à Metastasis pada mediastinal kontralateral, skalenus atau supraklavikular.

M1àtampak adanya metastasis jauh.

Gambaran stadium kanker paru :

Stage 1 =


Stage 2 =





Stage 3 =





Stage 4 =




2.5   Klasifikasi  Kanker Paru
Adapun klasifikasi kanker berdasarkan pada penampilan mikroskopik dari sel-sel kanker itu sendiri, (http://www.totalkesehatananda.com/lungcancer1.html) :
1.      Small Cell Lung Cancers (SCLC)
Kira-kira 20% dari kanker-kanker paru-paru dan adalah yang paling agresif dan bertumbuh dengan cepat dari semua kanker-kanker paru-paru. SCLC dikaitkan sangat kuat dengan merokok, dengan hanya 1% dari tumor-tumor ini yang terjadi pada bukan perokok. SCLC menyebar secara cepat ke banyak tempat-tempat di dalam tubuh dan paling sering ditemukan setelah mereka telah menyebar secara ekstensif. Merujuk pada suatu tipe sel khusus seringkali terlihat pada SCLC, kanker-kanker ini kadangkala disebut oat cell carcinomas.






2.      Non-Small Cell Lung Cancers (NSCLC)
NSCLC adalah kanker-kanker paru yan paling umum, mencakup sekitar 80% dari semua kanker-kanker paru-paru. NSCLC mempunyai beberapa tipe utama berdasarkan tipe sel-sel yang ditemukan dalam tumor :
a.       Adenocarcinomas adalah tipe NSCLC yang paling umum terlihat di Amerika dan meliputi sampai 50% dari NSCLC . Dimana adenocarcinomas dikaitkan dengan merokok seperti kanker-kanker paru lainnya, tipe ini terutama diamati juga pada bukan perokok yang mengembangkan kanker paru. Kebanyakan adenocarcinomas timbul pada area-area bagian luar atau sekeliling dari paru-paru. Bronchioloalveolar carcinoma adalah suatu subtipe dari adenocarcinoma yang seringkali berkembang pada berbagai tempat-tempat di paru-paru dan menyebar sepanjang dinding-dinding alveo yang telah ada sebelumnya.
b.      Squamous cell carcinomas tadinya adalah lebih umum daripada adenocarcinomas; saat ini, mereka mencakup kira-kira 30% dari NSCLC. Juga dikenal sebagai epidermoid carcinomas, squamous cell cancers timbul paling sering di ara pusat dada di bronchi.
c.       Large cell carcinomas, kadangkala dirujuk sebagai karsinoma-karsinoma yang tidak dapat dibedakan (undifferentiated carcinomas), adalah tipe NSCLC yang paling tidak umum.
d.      Mixtures (Campuran) dari tipe-tipe NSCLC yang berbeda juga ditemukan.

TIPE SEL DAN PREVALENSI
PENAMPAKAN SEL
PENYEBARAN
Small-cell (oat cell) carcinoma : 20%-25% dai seluruh kanker paru.
Pusat lesi dengan hilar massa yang umum,mengenai mediastinal secara dini, tidak berongga, SIADH, Cushing syndrome, thrombopheblitis.
Tumor agresif, lebih dari 40% klien memiliki tampakan metastasis yang jauh.
Non-small-cell kanker : 75% dari semua kanker paru.
Lebih dari 25% klien menunjukkan manifestasi yang berhubungan dengan tumor primer, lebih dari 30% dengan metastasis, dan 33% dengan manifestasi sistemik


Adenocarcinoma :
33%-35% dari semua kanker paru.
Massa periperal mengenai bronchi; sedikit gejala lokal, hupertrophic pulmonary osteoarthropathy
Metastasis awal ke sistem saraf, tulang, dan kelenjar adrenal.
Squamous cell carcinoma :
30%-32% dari semua kanker paru.
Pusat lesi berlokasi di bronchi besar, klien batuk, dyspnea, atelectasis, dan wheezing, hiperkalsemia umum.
Penyebaran dari invasi lokal.
Large-cell carcinoma :
15%-20% dari semua kanker paru.
Biasanya,lesi periperal lebih besar dari kumpulan adenocarcinoma dan cenderung cavitate; gynecomastika, thrombopheblitis.
Metastasis dini.
(LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)                                                  

2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi umum dan manifestasi dari sindrome paraneoplastik kanker paru meliputi penurunan berat badan, anoreksia, fatiq, dan lemah; nyeri tulang, tendernes dan bengkak; kelainan pada jari; adanya manifestasi endokrin, neuromuskular, kardiovaskular, dan hematologi. Adapun manifestasi kanker paru adalah sebagai berikut :
  1. Manifestasi Lokal :
Ø  Batuk
Ø  Hemoptysis
Ø  Mengi dan Dyspnea
Ø  Nyeri dada, pleuritis
Ø  Hoarseness dan Dysphagia
Ø  Efusi pleura
Ø  Sindrom vena cava superior


  1. Manifestasi  umum
Ø  Kehilangan berat badan
Ø  Anorexia
Ø  Demam
  1. Sindrom Paraneoplastik
      Sistem Endokrin
Ø  Hiperkalemia
Ø  Hiperphosphatemia
Ø  Sindrom Cushing
Ø  SIADH ( Sindrom of Inappropiate Antidiuretic Hormon ) dengan retensi air dan hiponatremia

Jaringan Penghubung
Ø  Osteoarthropathy dengan penggumpalan dan inflamasi periosteal

Efek Neuromuskular
Ø  Peripheral Neurophaty
Ø  Degenerasi Cerebellar
Ø  Myasthenia seperti lemahnya otot

Sistem Kardiovaskular
Ø  Thrombophebilitis
Ø  Endocarditis

            Efek Hematologik :
Ø  Anemia
Ø  DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation )
Ø  Eosinophilia (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik
                Laboratorium dan Tes Diagnostik
            Sinar X pada dada sering diberikan sebagai bukti pertama untuk kanker paru. Jika masa tumor diidentifikasi, berbagai pelajaran mengajarkan untuk mengidentifikasi tipe sel, luasnya invasi lokal, dan penyebaran lokasi yang menjadi luas.
            Di ikuti tes laboratorium mungkin hal yang penting bagi pasien kanker paru, diantaranya :
Ø  Pemerikasaan Cytologi pada sputum dilakukan untuk mengartikan diagnosis kanker paru pada 40 % - 60 % dari klien. Biayanya murah dan mudah dilakukan, diperlukan hanya sebuah sampel sputum ketika klien bangun pagi har. Jika sel ganas diidentifikasi dalam sputum, tes positif, dan klien mungkin disarankan untuk pemeriksaan yang lebih mahal dan berlanju. Namun, jika hasil negatif dari tes Cytologi sputum tidak selalu berarti bahwa tidak ada tumor, artinya tumor itu tidak sel bangsal ke sekresi mukus.
Ø  CBC, pembelajaran fungsi liver, dan elektrolit serum termasuk kalsium dilakukan untuk mengevaluasi klien untuk membuktikan metastasis penyakit atau sindrom paraneoplastik

            Pada keadaan untuk pembelajaran laboratorium di atas, diikuti tes diagnostik diantaranya :
1.      Sinar X, adalah bagian yang penting karena biayanya rendah, pembelajaran noninvasif yang diberikan sesuai bukti dari kanker paru, khususnya ketika dibandingkan dengan sebuah sinar X sebelumnya pada klien. Pada populasi yang resiko tinggi, sinar X pada dada mungkin digunakan sebagai alat skrining untuk kanker paru.
2.      CT scan, digunakan untuk mengevaluasi dan lokasi tumor. Itu menjadi sangat penting untuk mengkaji tumor pada struktur mediastinal dan itu juga digunakan lebih dahulu untuk biopsy jarum untul lokasi tumor. CT scan juga digunakan untuk menemukan metastasis tumor yang meluas dan mengevaluasi respon tumor untuk pengobatan dengan kemoterapi atau terapi radiasi.
3.      MRI (Magnetic Resonance Imaging), menghasilkan sebuah resolusi tinggi dan foto dengan kualitas tinggi didasarkan pada perbedaan dalam volume air di jaringan dan aktifitas proton. MRI menggunakan lapangan magnetik yang kuat dan gelombang frekuensi radio dan memiliki keuntungan jika tidak melibatkan radiasi. Itu sangat berguna untuk mengevaluasi struktur toraks dan memisahkan jaringan normal dari kemungkinan jaringan yang ganas dalam hilum dan mediastinum. MRI tidak menjadi alat yang efektif untuk diagnosa kanker paru dan mengevaluasi CT scan, juga sangat mahal dan tidak penting di semua area ( Epps, 1992 ).
4.      Bronchoscopy merupakan bentuk yang sering diperbolehkan untuk melihat tumor dan biopsi jaringan. Untuk prosedur ini, kemudahan bronchoscope fiberoptic diselipkan melalui mulut, laring, dan trakea sampai bronkus. Satu massa kanker atau jaringan yang mencurigakan diidentifikasi secara visual, aktivasi kabel dapat digunakan untuk memperoleh sebuah specimen biopsi. Jika kanker tersebut tidak dapat divisualisasikan, larutan salin dapat digunakan untuk membilas jalan nafas ( pencucuian bronkus), dan sel-sel yang dihasilkan dengan cara ini dikirim untuk pemeriksaan sitologi.
5.      Prosedur lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh jaringan atau sel yang untuk biopsi dan pemeriksaan sitologi, termasuk aspirasi cairan dari pleura, biopsy jarum perkutaneus, biopsy pembuluh limfe, dan biopsy dari sisi metastasis. Tergantung pada lokasi jaringan yang diperoleh, prosedur ini dapat dilakukan pada proses pembedahan.
Ø  Mediastinoskopi, merupakan prosedur yang dilaksanakan dengan prosedur anastesi umum dengan pengontrolan ventilasi, menggunakan sebuah scope yang dimasukkan melalui sebuah irisan suprainternal disepanjang bagian anterior trakea untuk memvisualisasikan mediastinum dan untuk biopsy pembuluh limfe atau kanker. Walaupun hal tersebut merupakan pelanggaran, namun prosedur ini memungkinkan klien terhindar dari pembedahan yang dilakukan untuk mengevaluasi tumor. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)

Farmakologi
Kombinasi kemoterapi merupakan pengobatan yang dipilih untuk SLCL dikarenakan pertumbuhannya yang cepat,diseminasi, dan sensitive terhadap obat sitotoksik. Penggunaan kombinasi,obat-obat kemoterapi menyebabkan sel-sel tumor dipecah pada bagian yang berbeda dari siklus sel dan dalam cara yang berbeda meningkatkan keefektifan dari terapi. 50% dari klien yang menderita kanker pada stadium dini berhasil sembuh dengan pengobatan kemoterapi kombinasi. Jika kanker sembuh pada siklus pertama pengobatan kemoterapi maka harapan hidup menjadi lebih besar.
Kominasi kemoterapi biasanya digunakan sebagai pendukung pada pembedahan atau terapi radiasi untuk kanker paru. Pengobatan ini sering digunakan untuk memperpanjang harapan hidup saat dijumpai telah adanya metastase. Ukuran kemajuan kanker lokal dapat dikurangi  sebelumnya dengan pembedahan sehingga kanker tersebut mudah dibuang.
Pengobatan lain yang mungkin disarankan pada klien penderita kanker paru adalah bronkodilator untuk mengurangi obstruksi jalan nafas dan antibiotik untuk mengobati infeksi. Terapi analgesic biasanya dilakukan seiring dengan pembedahan dan untuk kanker yang parah. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)

Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu kemungkinan yang dilakukan pada pengobatan NSCLC; bagaimanapun, pada saat diagnosa, sebagian besar dari klien telah memiliki melakukan pembedahan total atau sebagian pada kanker. Tujan dari intervensi pembedahan adalah untuk mengangkat semua kanker pada jaringan; termasuk nodul limfe. Angka bertahan hidup selama 5 tahun pada klien yang telah melakukan pembedahan kanker hanya sekitar 30 %.
Jenis prosedur pembedahan tergantung pada letak dan ukuran kanker; keadaan paru klien, dan status kesehatan secara umum. Meskipun tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengangkat semua jaringan , sebisa mungkin fungsional paru tetap dipertahankan. Prosedur pembedahan yang dipilih untuk kanker yang berada pada satu lobus paru adalah lobektomi. Jumlah lobus paru yang signifikan tetap dapat dipertahankan saat hanya 1 lobus paru diangkat. Ruang yang ada akibat pemotongan lobus akan diisi oleh paru yang sisa. Apabila kanker berada pada bagian perifer paru dan tidak ada tanda penyebaran ke dinding dada atau metastasis, pemotongan segmental, pengangkatan segmen bronkovakular dari lobus dapat dilakukan. Prosedur pembedahan konservatif yang umum dilakukan adalah pemotongan jaringan, pengangkatan sebagian kecil bagian dari jaringan paru  termasuk bagian yang merupakan sisa dari segmen bronkovaskular. Prosedur ini dapat dilakukan pada yang kanker kecil, lesi terdapat di permukaan dan pada klien yang tidak dapat atau intoleransi pada pembedahan yang luas. Lesi yang kecil pada bronkus utama dapat diangkat dengan pembedahan sleeve atau prosedur bronkoplastik rekonstruksi. Bagian yang memiliki lesi dibedah dan bronkus yang masih normal diperbaiki kembali untuk mempertahankan fungsi paru. Bronkoskopi laser digunakan untuk memotong kanker yang berada pada bronkus utama.
Pneumonektomi merupakan pengangkatan seluruh paru, prosedur yang digunakan untuk pengobatan kanker paru. Pneumonektomi hanya dilakukan jika kanker sudah menyebar ke seluruh paru, termasuk bronkus utama dan atau hilum tertentu. Pembedahan besar ini hanya dipertimbangkan pada klien yang memiliki cadangan paru yang baik dan sehat pada masa preoperatif. Setelah pembedahan, bagian hemitoraks yang kosong berangsur-angsur berisi cairan dan akhirnya menyatu.
Torakotomi merupakan insisi dari dinding dada, dilakukan pada bagian paru yang luas untuk dilakukan pembedahan. Insisi pembedahan dilakukan untuk reseksi paru termasuk posterolateral, anterolateral, sterotomi medial, dan insisi bagian axila. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)

Terapi Radiasi
Radiasi terapi meliputi penggunaan energi partikel radioaktif yang tinggi untuk menghancurkan atau melemahkan sel kanker. Terapi radiasi digunakan sebagai pengobatan kuratif atau paliatif atau dikombinasikan dengan pembedahan atau kemoterapi. Sebelum pembedahan, terapi radiasi digunakan untuk “debulk” kanker. Ketika kanker telah menyebar secara langsung pada bagian yang luas hingga ke struktur toraks dan pembedahan tidak mungkn dilakukan atau klien menolak untuk dibedah, terapi radiasi merupakan pengobatan yang dipilih. Pengobatan paliatif juga membantu meringankan beberapa manifestasi tertentu seperti batuk, hemoptysis, nyeri yang bermetastasis ke tulang, dan dispnea karena obstruksi bronchial. Komplikasi  dari kanker paru,  antara lain sindrom vena cava superior mungkin diobati dengan terapi radiasi (Stewart, 1992; Tierney et al., 1994; Wilson et al., 1991). Terapi radiasi mungkin diberikan dengan sinar radiasi cahaya external pada letak tumor primer atau dengan radiasi intraluminal  atau brachyterapi. Terapi radiasi lainnya yang diberikan termasuk radiasi sisi tubuh dan pemancaran cahaya keseluruh tubuh dengan kemoterapi diikuti dengan transplantasi sum-sum tulang belakang.  Bagi klien yang tercatat dengan metastasis ke otak, radioterapi dengan dosis tinggi mungkin diberikan (Stewart, 1992; Tierney et al., 1994; Wilson et al., 1991), (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).

Terapi kanker paru lainnya
Efusi Pleura, yaitu menumpuknya cairan diantara selaput pleura, ini merupakan komplikasi tersering dari kanker  paru. Karena cairan menumpuk, ekspansi paru dan ventilasi alveolar terganggu. Torasentesis dapat dilakukan untuk memindahkan cairan dari celah selaput pleura. Dalam prosedurnya, ‘nal’ diinsersikan kedalam celah diantara selaput pleura untuk memindahkan kelebihan cairan. Perhatikan area pemotongan pada efusi pleura untuk diskusi lebih lanjut dari komplikasi ini dalam managemennya. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)

Perawatan Kolaborasi
Karena kanker paru sudah mencapai tahap lanjut pada saat di diagnosa dan prognosis secara umum buruk, pencegahan penyakit harus menjadi tujuan utama untuk penyedia kesehatan. 85 % kanker paru berkaitan dengan rokok, mengurangi penggunaan dari produk tembakau akan menjadi sebuah tanda yang berpengaruh kuat pada kematian dari kanker paru, jauh lebih besar pengaruhnya dari pengobatan yang dahulu.
            Penegakan diagnosa yang akurat adalah langkah pertama untuk pengobatan kanker paru. Pengobatan dilakukan berdasarkan atas lokasi tumor, tipe sel kanker, stadium tumor dan kemampuan klien untuk mentoleransi pengobatan. Intervensi bedah diberikan hanya untuk menandakan kesempatan untuk mengobati. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)






2.8. Asuhan Keperawatan
I. PENGKAJIAN
Pengkajian Pre-Operasi
§  Dapatkan riwayat keperawatan yang lengkap, berikan perhatian tertentu pada riwayat merokok, pernafasan, dan penyakit jantung, dan keadaan kronis lainnya. Faktor-faktor ini mungkin mempengaruhi kemampuan klien untuk sabar menghadapi prosedur pembedahan dan rangkaian kegiatan post-operasi.
§  Kaji pengetahuan klien dan pemahamannya tentang proses dan prosedur pokok yang akan dilakukan. Klien yang memiliki pemahaman yang benar tentang mengapa pembedahan harus dilakukan dan apa yang telah dilakukan akan membuat sedikit cemas dan lebih baik bekerjasama dalam mengikuti setiap prosedur pre-operasi dan post-operasi.
§  Lakukan pengkajian fisik dasar. Pengkajian dasar menghasilkan data yang dapat membandingkan periode post-operasi.
§  Berikan dukungan emosional dan psikologi pada klien dan keluarganya. Pada keadaan tertentu saat akan menghadapi proses pembedahan, klien mungkin akan terlihat tenang menghadapi diagnosa kanker yang baru dan klien berpikir kemungkinan intervensi pembedahan akan sebagian saja berhasil.
§  Berikan petunjuk tentang prosedur post-operasi, termasuk terapi pernafasan, latihan bernafas, dan teknik batuk. Ijnkan klien melakukan teknik ini. Proses pembelajaran akan lebih mudah dilakukan pada masa pre-operasi, ketika rasa sakit dan hilangnya reaksi anestesi tidak mempengaruhi klien.
§  Untuk klien yang akan dilakukan prosedur pembedahan dengan endotracheal tube dan ventilasi mekanik, lakukan komunikasi dengan menggunakan tangan atau gerakan mata atau dengan menilis sesuatu. Membangun komunikasi akan lebih mudah dilakukan pada masa pre-operasi dan dapat mengurangi kecemasan post-operasi klien saat klien tidak dapat berbicara.
§  Jika klien akan dikembalikan ke unit perawatan, ijinkan klien dan keluarga melihat unit ini dan mesin-mesin yang digunakan, seperti ventilators dan monitor, yang akan digunakan nanti. Pengetahuan tentang penggunaan mesin-mesin ini diharapkan dan tidak akan menunjukkan komplikasi dari pembedahan, menurunkan kecemasan klien dan keluarganya pada masa post-operasi. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).
Pengkajian Post-Operasi
§  Kaji klien, dan lakukan perawatan secara rutin.
§  Kaji klien dengan mengontrol rasa sakitnya, dan menyediakan obat penghilang rasa sakit (analgesik) yang dibutuhkan. Nyeri akibat insisi merupakan hal biasa yang mengubah pola bernafas pada klien yang mengalami pembedahan paru.
§  Kaji dengan sering status pernafasan klien, termasuk warna, respiratory rate dan kedalamannya, pengembangan pada dada, suara paru, bunyi perkusi, saturasi oksigen, dan gas darah arteri (GDA). Klien yang mengalami pembedahan paru, terutama penting untuk mempertahankan ventilasi dan fungsi pernafasan untuk mengurangi resiko kematian dan keadaan tidak sehat. Pertukaran gas mungkin terganggu dengan banyak komplikasi yang berhubungan dengan pembedahan paru, termasuk pneumothorax, atelectasis, bronchospasme, bronchopleural embolus, dan adult respiratory distress syndrome (ARDS) (Langston, 1992).
§  Bantu klien dengan melakukan teknik batuk efektif, postural drainage, dan bantuan spirometry. Lakukan pengisapan endotracheal yang dibutuhkan dan/atau dianjurkan ketika klien dalam keadaan intubated. Manipulasi pembedahan dan anestesi dapat meningkatkan  produksi mucus, yang akan menghalangi jalan nafas klien.  Perawatan kebersihan paru penting untuk mencegah komplikasi ini.
§  Pantau dan pertahankan ventilasi mekanik yang efektif. Hal ini penting untuk memastikan ventilas dan pertukaran gasnya cukup pada awal masa post-operasi.
§  Pertahankan keadaan chest tubes dan integritasnya pada sistem drainage tertutup. Pantau keluaran chest tube setiap jam pada permulaanya, kemudian tiap 2 sampai 4 atau 8 jam yang dianjurkan. Beritahu dokter bila keluaran chest tubes melebihi 70 mL per jam dan/atau kecerahannya berwarna merah, hangat, dan mengalir dengan bebas. Pertahankan keadaannya, keutuhan sistem chest drainage penting untuk membangun kembali tekanan negatif dalam rongga dada dan perluasan kembali paru-paru. Peningkatan kehangatan, pengaliran yang bebas menunjukkan perdarahan intra-thorax yang mengharuskan dilakukannya intervensi pmbedahan.
§  Kaji tanda-tanda infeksi pada klien yang berhubungandengan luka pembedahan atau lokasi chest tube. Gunakan teknik aseptic dalam merawat luka insisi dan memantau alat yang digunakan. Klien post-operasi memiliki resiko infeksi akibat insisi (penyayatan), empyema pada rongga dada, dan pneumonia.
§  Banu klien untuk turun dari tempat tidur dan lakukan ambulasi sesegera mungkin. Mobilisasi dini penting untuk mencegah kemungkinan komplikasi, seperti pulmonary embolus.
§  Pertahanan status nutrisi klien. Bila klien membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik selama beberapa waktu, nutrisi enteral atau parenteral harus diberikan di bagian awal. Suatu waktu klien sudah extubated, penting untuk memberikan makanan dalam porsi kecil. Mempertahankan status nutrisi klien akan membantu proses penyembuhan luka dan menjaga keseimbangan negatif nitrogen. Pemberian makanan dalam jumlah kecil dan sering akan mengurangi kelelahan ketika makan. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).

II. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
1.      Pola nafas Tidak efektif
Pola bernafas dan keefektifan ventilasi pada klien dengan kanker paru mungkin akan terpengaruh oleh tumor itu sendiri atau karena  terapi yang digunakan untuk mengobati tumor itu. Klien yang mendapat bedah reseksi memiliki resiko tinggi terutama yang berhubungan dengan insisi torasis dan robekan otot-otot pernafasan. Mempertahankan keefektifan ventilasi terutama sangat penting bagi klien post operasi untuk memperluas kembali fungsi dari sisa jaringan paru-paru dan mencegah komplikasi yang terkait dengan pembedahan.
            Intervensi keperawatan dengan rasionalnya:
·         Kaji dan catat frekuensi pernafasan, kedalamannya, dan bunyi paru sedikitnya setiap 4 jam; lebih sering pada periode intermedia post operasi atau sesuai indikasi kondisi klien. Ini penting untuk mendeteksi tanda-tanda kompresi pernafasan atau untuk mengetahui bunyi paru dengan cepat demi intervensi yang efektif.
·         Pantau denyut nadi, catatan saturasi oksigen, dan/atau hasil pemeriksaan gas darah, laporkan adanya perubahan dari normalnya. Perubahan tingkat oksigen darah mengindikasikan dengan cepat adanya kompresi pernafasan.
·         Kaji lebih sering dan catat tingkat nyeri klien, berikan analgetik jika dibutuhkan.
·         Elevasikan kepala 600 diatas tempat tidur. elevasi kepala diatas tempat tidur ini memberikan  ekspansi paru yang optimal.
·         Bantu klien untuk bergerak, batuk, dan nafas dalam dan/atau menggunakan spirometri insentiv. Bantu klien splin dada dengan bantal atau selimut Ketika sedang batuk. Tindakan ini membantu membersihkan jalan nafas.
·         Sediakan oksigen sesuai kebutuhan. Pemberian suplemen oksigen dapat meningkatkan oksigenasi alveolar dan pertukaran gas.
·         Bersihkan (suction) jalan nafas klien. Pembersihan jalan nafas sanagat penting untuk mengeluarkan secret dimana klien tidak dapat membatukkan dan meludahkannya.
·         Pertahankan integritas dan keadaan yang baik dari selang dada dengan perawatan yang dianjurkan dan jaga aliran gravitasi yang tidak berhenti. Selang dada membantu menetapkan tekanan negatif pada kapasitas torasis, yang diikuti dengan ekspansi penuh paru kembali.
·         Jika klien menggunakan ventilator mekanik, kolaborasi dengan ahli terapi pernafasan dan gunakan analgetik atau sedasi sesuai yang dibutuhkan untuk mencapai kesesuaian dengan ventilator. Keefektifan maksimal dari ventilasi mekanik  yang diperlukan sistem pernafasan klien, dikoordinasikan dengan ventilator dan hantaran pernafasan itu sendiri.
·         Lakukan fisioterapi dada dengan perkusi dan postural drainase sesuai kebutuhan atau yang dianjurkan. Perkusi dan postural drainase dapat membantu mempertahankan jalan nafas yang baik dan pernafasan yang efektif.
·         Berikan jaminan dan dukungan emosional. Tindakan ini membantu menghilangkan kecemasan dan meningkatkan pola bernafas yang efektif.
2.      Intoleransi  Aktivitas
Kedua-duanya klien yang mendapat operasi reseksi paru dan klien yang tidak dilakukan operasi kanker paru kehilangan fungsi dari jaringan paru-paru tersebut dan area permukaan untuk difusi gas. Kehilangan fungsi ini dapat menyebabkan intoleransi aktivitas karena suplai oksigen yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen seluruh tubuh.
Intervensi Keperawatan dengan rasionalnya:
·         Kaji dan catat respon fisiologis klien terhadap aktivitas , mencakup denyut nadi, frekuensi pernafasn, dispnea, dan kelelahan. Pengkajian ini merupakan indicator yang baik untuk mengetahui tingkat toleransi aktivitas klien.
·         Rencana waktu istirahat diselangselingi dengan aktivitas dan prosedur. Waktu istirahat dapat mengurangi permintaan oksigen dan kelelahan.
·         Membantu klien postoperasi untuk meningkatkan aktivitasnya secara bertahap. Peningkatan level aktivitas secara bertahap dapat meningkatkan toleransi latihan.
·         Ajarkan klien untuk memelihara energi untuk melakukan ADLs, seperti duduk saat menggunakan shower(mandi), mengenakan dan memakai sepatu. Energy ini akan memelihara dan mengurangi permintaan oksigen dan mengijinkan klien untuk mandiri sebisa mungkin.
·         Tetap sering menggunakan objek-objek yang mudah dicapai/diraih klien. Ini membantu klien menghemat energi.
·         Memberikan terapi oksigen sesuai yang sudah ditentukan dan mengajarkan klien dan keluarga tentang pengguanaan oksigen di rumah jika dibutuhkan. Penambahan oksigen dapat membantu meningkatkan aktivitas klien dan toleransi aktivitas.
·         Anjurkan klien untuk tetap melakukan aktivitas fisik. Mempertahankan level aktivitas ke derajat yang lebih baik meningkatkan keadaan fisik klien dan emosional yang lebih baik.
·         Minta anggota keluarga menyediakan asisten atau pembantu jika dibutuhkan. Ini membantu klien menghemat energi dan membuat keluarga merasa memilki peranan yang penting bagi klien.

3.      Nyeri
Nyeri adalah masalah utama pada beberapa klien pos-operasi begitu juga dengan klien yang berada pada fase terminal penyakit kanker. Penanganan nyeri yang kurang akan  memperpanjang masa pemulihan dari operasi. Pada klien penyakit kanker yang berada pada fase terminal, nyeri kronik dan akut harus diatasi dengan efektif agar klien dapat meninggal dengan tenang.
            Intervensi perawat dengan berbagai rasionalisasi adalah sebagai berikut :
·         Kaji dan dokumentasikan data subjektif dan subjektif dari nyeri. Ingat bahwa nyeri adalah pengalaman subjektif yang dievaluasi dari pernyataan klien, skalanya, dan intensitasnya. Perubahan pada tanda-tanda vital begitu juga dengan kemampuan klien unutk bergerak di tempat  tidur dapat mengindikasikan nyeri yang tidak dinyatakan sendiri oleh klien.
·         Menyediakan analgetik yang dibutuhkan untuk mempertahankan kenyamanan. Masa pemulihan pos-operasi dan perbaikan fungsi diberikan dengan manajemen nyeri yang adekuat.
·         Untuk klien dengan rasa nyeri pada penyakit kanker, pertahankan dengan seksama pemberian obat-obatan sesuai jadwal dengan menggunakan narkotik, obat anti-inflamasi nonsteroid, dan obat-obatan lain yang dianjurkan. Obat yang bersifat candu tidak boleh diberikan pada klien penyakit kanker stadium akhir ;memberikan rasa nyaman yang adekuat pada nyeri sehingga tidak memberikan pemecahan nyeri yang benar.
·         Menyediakan atau membantu  klien dengan tindakan yang memberikan kenyamanan, seperti pijatan, posisi, distraksi, dan teknik relaksasi. Teknik-teknik ini memberikan relaksasi dan mengurangi nyeri.
·         Membantu klien dan keluarga untuk merencanakan dan mengatur  aktivitas yang memberikan distraksi dari nyeri seperti membaca, menonton, dan interaksi sosial. Distraksi membantu klien untuk tidak memikirkan nyeri.
·         Habiskan waktu bersama klien sebisa mungkin, minta anggota keluarga untuk menemani klien. Kehadiran perawat dan anggota keluarga memberikan semangat emosional bagi klien.
4.      Antisipasi dukacita
Klien yang didiagnosa dengan kanker paru-paru menghadapi kemungkinan kematian yang sangat nyata dalam waktu 1 tahun karena kebanyakan kanker paru-paru terdiagnosa pada stadium yang cukup parah. Dukacita sebagai persiapan hilangnya kehidupan adalah respon yang normal karena klien dan keluarga sudah mulai menerima diagnosa. Tujuan dari intervensi keperawatan adalah meminta klien dan keluarga menyatakan perasaan dan pemikiran tentang kehilangan yang mungkin terjadi, mulai mengalami proses dukacita, membuat keputusan, menggunakan sumber-sumber yang tepat dan mekanisme koping yang sesuai dengan kehilangan.
            Intervensi keperawatan dengan berbagai rasionalisasi sebagai berikut :
·         Habiskan waktu bersama klien dan keluarga. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan kepercayaan dan hubungan teraupetik.
·         Menjawab pertanyaan dengan jujur; jangan menyangkal/mengingkari efek-efek yang mungkin terjadi akibat penyakit tersebut. Kejujuran akan memperkuat dalm menghadapi kenyataan dan membuat klien dan keluarga dapat mengendalikan keputusan yang dibuat.
·         Anjurkan klien dan keluarga untuk menyatakan perasaan mereka, ketakutan, dan hal-hal yang mereka khawatirkan. Mengungkapkan perasaan membantu mengembangkan pemahaman dan penerimaan.
·         Membantu klien memahami proses dukacita dan menerima perasaannya sebagai hal yang normal. Perasaan bersalah, marah, atau depresi bisa menyebabkan klien menarik diri dari sekitarnya. Penjelasan dari proses dukacita memperkuat pemahaman klien dan kemampuan koping.
·         Membantu klien dan keluarga mengidentifikasi kekuatan dan koping yang menyenangkan yang bisa digunakan dengan efektif di masa lalu. Memberikan penguatan positif sebagai sikap koping yang efektif. Tindakan koping yang efektif untuk klien dan keluarga di masa lalu dapat membantu mereka menerima situasi pada saat ini dan memiliki rasa penguasaan.
·         Menolong klien dan keluarga membuat keputusan mengenai pengobatan dan perawatan. Hal ini juga penting agar dapat memberi mereka kemampuan dalam menguasai hal tersebut.
·         Anjurkan klien dan keluarga mendatangi sistem pendukung yang lain; seperti kegiatan keagaman dan kelompok sosial. Minta klien dan keluarga menghubungi kelompok pendukung, layanan sosial yang sesuai dan perawatan yang dianjurkan. Memberikan literatur American Cancer Society dan informasi yang berhubungan dengan hal tersebut. Sistem-sistem pendukung ini memberikan dorongan emosional dan membantu klien dan keluarga mengatasi masalah tersebut.
·         Diskusikan terlebih dahulu berbagai instruksi dan surat kuasa untuk perawatan kesehatan bagi klien dan keluarga. Dokumen-dokumen ini memberi klien dan keluarga kemampuan untuk mengendalikan tingkat perawatan kesehatan yang disediakan jika klien tidak lagi mampu mengungkapkan keinginannya.

5.      Diagnosa keperawatan lain
Walaupun kebutuhan berbagai klien berbeda, diagnosa keperawatan berikut bisa disesuaikan untuk klien penyakit kanker :
·         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kehilangan jaringan di paru-paru
·         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya tumor obstruktif
·         Cemas berhubungan dengan penyakit terminal
·         Gangguan pergerakan fisik berhubungan dengan pembedahan di rongga dada


6.      Pengetahuan Klien dan Keluarga
            Pengetahuan utama yang dibutuhkan klien dan keluarga klien yang menderita kanker paru adalah informasi tentang penyakitnya, prognosis penyakit, dan strategi rencana pengobatan.  Memberikan informasi dan jawaban yang jujur, jangan memberikan harapan yang salah.
            Stress akibat berhenti merokok sangat penting diperhatikan, khususnya setelah pembedahan dilakukan. Klien yang menderita kanker paru mungkin sulit mengenali kebutuhan untuk berhenti merokok. Informasi tentang efek nikotin dan ter dalam asap rokok yang dapat mempengaruhi penyembuhan dan jaringan paru.
            Memberikan informasi tentang rencana pengobatan seperti kemoterapi atau terapi radiasi, menjelaskan tentang efek dan efek samping yang biasa terjadi. Membantu klien mengembangkan strategi perlindungan terhadap efek yang mematikan. Jika klien sudah dilakukan pembedahan, berikan informasi tentang aktivitas dan latihan untuk meningkatkan kekuatan dan memulihkan kembali fungsi tubuh. Jelaskan kebutuhan tentang batuk efektif dan latihan nafas dalam dirumah. Informasi tentang manifestasi klinis harus di laporkan oleh physician : demam, meningkatkan nafas pendek, batuk, meningkatnya sputum, kemerahan, nyeri, bengkak, atau penumpukan cairan.
            Diskusikan tentang ketentuan pengobatan, diantaranya efek samping yang potensial dan interaksi dengan obat atau makanan. Ajarkan klien tentang penggunaan analgesik dan  nyeri yang timbul postoperasi atau nyeri kronik.
            Memberikan informasi tentang kesehatan rumah, kelompok local pemberi motivasi kanker untuk klien dan pemberi perawatan dan pelayanan dari American cancer society. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).

Implikasi Manajemen Keperawatan: Klien Menerima Terapi Radiasi
Klien dengan kanker paru mungkin bisa diberikan terapi radiasi saja atau di kombinasikan dengan pembedahan atau kemoterapi. Walaupun terapi radiasi mudah dikontrol dan mengarah pada arah yang spesifik dari sel kanker, tetapi beberapa sel normal dapat juga rusak selama proses pengobatan. Asuhan keperawatan dan pengajaran yang diberikan terhadap klien dapat membantu melindungi klien dari efek samping yang tidak nyaman yang ditimbulkan dari terapi radiasi.



Tanggungjawab keperawatan
·         Menilai klien untuk mengetahui efek yang kurang baik dari terapi, diantaranya kerusakan integritas kulit.
·         Kaji tanda-tanda pneumonitis radiasi klien, seperti dsypnea, batuk kering dan demam.
·         Kaji manifestasi pericarditis klien diantaranya nyeri dada, gesekan friksi pericardial, suara jantung yang dalam, denyut nadi paradoxical, dan EGC abnormal. Memberitahu klien gejala-gejala fisik yang terjadi.
·         Observasi adanya esophagitis klien, diantaranya nyeri, sakit dikerongkongan, susah menelan.
·         Adanya tanda seperti cekungan yang tidak dapat hilang pada fisik untuk mengidentifikasi pengobatannya seluas bidang atau permukaan yang lebih luas.
·         Tidak menggunakan sabun, lotion, bedak, atau yang lainnya yang dapat menyebabkan nyeri pada area radiasi menyebar. Bersihkan kulit dengan pelan (lemah lembut) dengan menggunakan air hangat saja.
·         Jika nyeri atau drainase meningkat pada area yang diradiasi, akan ditunjukkan oleh tubuh. Seperti adanya kemerahan atau warnanya menjadi gelap pada area pengobatan hal tersebut normal.
·         Meningkatkan intake cairan untuk mencairkan secret pernafasan.
·         Menyediakan analgesik dan anastesi seperti viscous lidocaine untuk menghilangkan dysphagia dan nyeri kerongkongan.
·         Memberikan makanan lunak, makanan dingin dan cairan untuk mempertahankan status nutrisi dalam jumlah sedikit tapi sering.
·         Memberikan antiemetic (anti muntah) terlebih dahulu pada makanan jika mual menjadi masalah.

Pengetahuan Klien dan Keluarga
·         Ajarkan klien untuk mencuci kulit pada area pengobatan dengan lembut, jangan menggunakan sabun, lotion, obat salep, bedak, merendam dengan minyak, atau parfum kecuali jika ditentukan oleh physician.
·         Instruksikan klien untuk memperhatikan tanda cekungan yang ditemukan pada area pengobatan.
·         Jika klien mengalami peningkatan dyspnea atau pneumonitis, ajarkan posisi yang tepat, teknik pursed-lip, dan latihan relaksasi untuk memfasilitasi pernafasan.
·         Yakinkan klien bahwa pneumonitis hal umum yang terjadi dalam proses waktu yang terbatas dan akan terpecahkan ketika radioterapi telah lengkap dilakukan.
·         Ajarkan klien tentang manifestasi klinis dari perikarditis, yang mungkin berkembang selama pengobatan atau sampai 1 tahun setelah terapi selesai dilakukan. Nyeri dada atau tekanan, denyut jantung cepat dan demam mungkin merupakan tanda perikarditis ; kelelahan yang meningkat, dsypnea, dan lightheadedness dapat mengindikasikan proses yang kronik dengan efusi pericardial dan mungkin tamponade jantung.
·         Instruksikan klien untuk mematuhi pengobatan atau prosedur yang telah ditentukan  seperti perikardiotomi yang digunakan untuk mengatasi komplikasi dari terapi radiasi.
·         Ajarkan klien untuk menghindarkan makanan yang panas, pedas, atau makanan berlemak dari diet jika esophagitis menjadi masalah. Alkohol dan tembakau juga harus dihindarkan.
·         Istirahat dan nutrisi yang adekuat sangat penting untuk mengurangi gejala dari kelelahan radiasi, yang umum terjadi pada klien yang menerima terapi radiasi untuk kanker paru. Kelelahan adalah hal umum yang terjadi yang bersifat sementara.
           















BAB III
TINJAUAN KASUS

Setelah mendapati adanya darah pada batuknya, James Mueller, berusia 68 tahun berhenti bekerja dari sebuah kilang, dia menemui dokternya. Dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan X-ray yang menunjukkan adanya massa yang diduga pada bagian tengah dari paru-paru kanan Tn. Mueller.  Tn. Mueller menyetujui untuk kembali ke rumah sakit pada minggu berikutnya untuk tes diagnostic.

  1. Pengkajian
Anita Sarros, RN, meminta Tn. Mueller untuk melakukan pemeriksaan onkologi dan memperoleh perawatan. Dia mencatat bahwa Tn. Mueller sudah menikah, memiliki 3 orang anak dan 10 orang cucu. Dia  bekerja di sebuah peleburan kertas selama 35 tahun sebelum dia berhenti pada umur 60 tahun. Dia mendeskripsikan dirinya sebagai orang yang cukup sehat kecuali untuk batuk kronik rokok, dia mengakui bahwa dia mulai merokok sewaktu menjadi seorang tentara. Dia memiliki riwayat merokok 50 bungkus per tahun, mengkonsumsi 1 bungkus per hari selama 50 tahun, sejak berusia 18 tahun. Tn. Mueller berkata dia sudah mencoba berhenti merokok setelah mendapat serangan jantung 3 tahun yang lalu tetapi dia kembali mulai merokok setelah 4 bulan kemudian. Pada pertanyaan selanjutnya, Tn. Mueller menyatakan bahwa batuknya mulai produktif sejak beberapa bulan yang lalu, khususnya di pagi hari. Dia juga mengatakan akan mencoba bernafas lebih pendek dari biasanya dengan melakukan aktivitas fisik.
Dari hasil pemeriksaan Tn. Mueller menunjukkan bahwa
  • Tekanan darah             : 162/86
  • Denyut nadi                : 78x dan teratur
  • Frek. Pernafasan         : 20 x
Warna kulit baik dan kulitnya kering dan hangat. Nn. Sarros mencatat bahwa pada saat inspirasi dan ekspirasi terdapat wheezing pada dada bagian kanan tetapi secara keseluruhan suara nafas baik. Tidak ada ditemukan tanda ketidaknormalan pada pemeriksaannya. Pada pemeriksaan fisik pagi hari diambil specimen dahak untuk pemeriksaan cytology lebih dari 3 hari dan dijadwalkan CT scan pada pagi hari setelah mengurus administrasi. Hasil CBC Tn. Mueller menunjukkan anemia ringan tetapi hasil pemeriksaan panel kimia menunjukkan tanda sangat normal.
Hasil pemeriksaan sitologi sputum menunjukkan positif small-cell bronchogenic cancer. Hasil CT-can menunjukkan adanya pusat massa berdiameter kira-kira 4 cm dengan diikuti pembengkakan kelenjar getah bening mediastinal dan subclavikular. Sebuah massa yang kecil juga ada pada lumbar spine Tn. Mueller.
Setelah berunding dengan ahli fisik dan onkologinya Tn. Mueller memutuskan untuk mencoba pengobatan kemoterapi  ahli onkologinya merekomendasikan untuk mengkombinasikan terapi dengan regimen CAV yaitu : cyclophosphamide (Cytoxan), doxorubicin (Adriamycin), dan vincristine (Oncovin).

  1. Diagnosa Keperawatan
Nn. Sarros mengembangkan diagnosa keperawatan Tn. Mueller sebagai berikut :
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya massa tumor.
  2. Resiko perubahan status nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek samping kemoterapi.
  3. Resiko koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan diagnosa baru kanker paru.
  4. Kurang pengetahuan tentang kanker paru dan membantu untuk berhenti merokok.

  1. Perencanaan dan Implementasi
Ms. Sarros merencanakan dan melaksanakan intervensi yang sudah ditetapkan untuk Tn. Mueller:
·         Mengajarkan batuk, nafas dalam, dan tindakan hidrasi untuk mendukung bersihan jalan nafas.
·         Mendiskusikan gejaa yang harus dilaporkan kepada dokter: peningkatan dispnea atau hemoptisis, beberapa stidor atau wheezing, nyeri dada.
·         Mendiskusikan tindakan untuk mengurangi mual akibat pengobatan kemoterapi, termasuk premedikasi dengan menggunakan obat antiemetik.
·         Menyarankan Tn. Mueller dan Ny. Mueller berdiskusi dengan ahli gizi untuk merencanakan pola diet agar dapat mempertahankan berat badan ideal.
·         Mendiskusikan efek yang mungkin terjadi akibat kanker paru dengan Tn. Mueller dan Ny. Mueller.
·         Menganjurkan Tn. Mueller dan Ny. Mueller berkumpul dengan keluarga untuk mendiskusikan penyakitnya kepada anak dan cucunya.
·         Menilai tingkat pengetahuan dan pemahaman anggota keluarga mengenai penyakit kanker paru, meluruskan informasi yang salah, dan memberikan pendidikan jika diperlukan.
·         Memberitahukan American Cancer Society (ACS) untuk menghubungi keluarganya.
·         Meyediakan perawatan kanker lokal yang mendukung.
·         Untuk tetap mengontrol dan merujuk ke tempat pelayanan kesehatan dan memberikan pendidikan kesehatan.
·         Merencanakan agar Tuan Mueller dapat berhenti merokok
·         Memberitahukan dokter untuk menyediakan resep obat pengganti nikotin bagi Tuan Mueller.
Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan yang sudah ditetapkan pada rencana perawatan Tn. Mueller diharapkan bahwa dia maupun keluarganya akan:
1. Mempertahanan jalan nafas yang baik
2. Mempertahankan berat badannya yang normal
3. Menyatakan perasaan dan perhatian tentang efek kanker di keluarga
4. Ikut serta dalam proses perawatan
5.  Bergabung dengan kelompok pendukung yang tepat
6.  Dapat mengungkapkan pengertian penyakitnya, pengobatannya, dan prognosis
7.  Membuat rencana untuk berhenti merokok

  1. Evaluasi/Hasil
Tuan Mueller mendapatkan kemoterapi yang pertama di rumah sakit dan berakhir 4 hari setelah masuk ke rumah sakit. Setelah 3 bulan menjalani kemoterapi, tumornya hanya sedikit teratasi, dan dari hasil scan hepar, menunjukkan adanya metastasis. Dia dan istrinya memutuskan untuk menghentikan kemoterapi, keputusan itu kurang disetujui oleh anaknya. Dokter menyarankan agar Tuan dan Nyonya Mueller ke unit pelayanan kesehatan. Dengan bantuan perawat dan tim kesehatan lainnya, Tuan Mueller menghabiskan waktunya di rumah. Untuk mengatasi nyeri awalnya dapat di atasi dengan MS Contin oral, di kombinasikan dengan morpin sulfat, dan dengan infus morfin secara intravena. Tuan Mueller meninggal di rumahnya, 9 bulan setelah di diagnosa kanker paru. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).

DAFTAR PUSTAKA

Amirullah,R. (1985). Kanker Paru di RSAL Dr Mintohardjo. Dibuka di website: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_KankerParudiRSALDrMintohardjo.pdf/06_KankerParudiRSALDrMintohardjo.html

LeMone, Priscilla & Karen M. Burke. 1996. Medical-Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care Book 2. California: Addison-Wesley Nursing.

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Total Kesehatan.com. (2008). Kanker Paru-paru (Lung Cancer). Dibuka di website: http://www.totalkesehatananda.com/lungcancer2.html

Total Kesehatan.com. (2008). Kanker Paru-paru (Lung Cancer). Dibuka di website: http://www.totalkesehatananda.com/lungcancer1.html

Underwood, J.C.E. (1999). Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. EGC: Jakarta

Situs Gambar :








Tidak ada komentar:

Posting Komentar