BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kanker
yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa jaringan
yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan
jaringan normal, dan tetap berperangai demikian walaupun rangsangan yang
menimbulkan perubahan tersebut telah hilang. Pada saat ini
merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti, oleh karena dengan
ditegakannya diagnosis kanker pada seseorang itu berarti telah dapat diramalkan
hidupnya tidak terlalu lama lagi. Pada umumnya penderita kanker berakhir dengan
kematian.
Dewasa ini, masalah kanker paru dirasakan makin menonjol
dibandingkan 20 tahun yang lalu, terutama di Indonesia. Menurut Union
Internationale Centre Le Cancer (IUCC), insidensi dan mortalitas kanker paru
meningkat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun negara-negara
berkembang. Di negara-negara maju, kematian akibat kanker menempati urutan
pertama di antara 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, kanker menempati urutan ke 7 sesudah
penyakit-penyakit infeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas, penyakit
kardiovaskular dan lain-lain. Di negara-negara maju, kanker paru pada pria
menempati urutan pertama sampai ke tiga dari seluruh penderita kanker. Bagaimana
keadaannya di Indonesia? Ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Makin
menonjolnya masalah kanker paru di Indonesia ini disebabkan oleh beberapa faktor
:
1.
Makin majunya ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu kedokteran dengan ditemukannya alat-alat diagnostik baru;
makin banyak penderita kanker paru didiagnosis.
2.
Meningkatnya konsumsi rokok, di
mana rokok mempunyai hubungan erat dengan timbulnya kanker paru.
3.
Meningkatnya polusi di udara, sebagai
akibat bertambahnya kendaraan bermotor dan berdirinya pabrik-pabrik baru.
4.
Membaiknya pelayanan kesehatan,
mengakibatkan bertambahnya penduduk yang berusia lanjut.
1.2
Tujuan
Mahasiswa mampu
untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, stadium, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan pada klien
dengan kanker paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Kanker Paru
Kanker paru
merupakan abnormalitas dari sel – sel yang
mengalami proliferasi dalam paru (Underwood,
2000).
2.2
Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada
beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker
paru, (Suyono, Slamet, 2001) :
·
Merokok
Kanker paru terjadi sepuluh kali lebih sering pada orang
yang merokok dibandingkan orang yang tidak merokok. Hal ini ditentukan dari
jumlah rokok yang dihisap setiap hari dalam satu tahun. Sebagai tambahannya
orang yang mulai merokok pada usia muda mempunyai resiko yang lebih besar untuk
terkena kanker paru. Factor lain yang menentukan juga adalah komposisi yang
terdapat dalam rokok tersebut (mengandung TAR, yang menggunakan filter atau
tidak).
·
Perokok pasif
Perokok pasif juga
dapat terkena kanker paru, dengan kata lain orang tersebut tidak sadar sudah terpapar asap rokok dari lingkungan
sekitarnya. Hal ini meningkatkan resiko terkena
kanker paru.
·
Polusi udara
Berbagai
macam zat karsinogenik banyak terdapat pada atmosfir seperti sulfur, asap
kendaraan bermotor dan polutan dari hasil penyulingan minyak dan asap pabrik. Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru
yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa karena di kota banyak
peningkatan polutan yang berasal dari asap pabrik dan kendaraan bermotor.
·
Resiko pekerjaan
Orang-orang yang bekerja pada daerah industry akan
terpapar zat-zat karsinogenik dalam jangka waktu yang lama seperti arsen,
asbes, kromium, nikel, minyak dan radiasi. Zat-zat inilah yang dapat
meningkatkan resiko terkena kanker paru-paru.
·
Radon
Gas radon adalah suatu gas mulia secara kimia dan alami
yang merupakan pemecahan dari suatu produk uranium alami. Radon tersebut
pecah/hancur dan membentuk produk-produk yang mengemisi suatu tipe radiasi yang
terionosasi. Gas radon adalah suatu penyebab kanker paru, dengan estimasi 12%
dari kematian-kematian kanker paru atau 15,000 sampai 22,000 kematian-kematian
yang berhubungan dengan kanker paru setiap tahun di Amerika, menjadikan radon sebagai
penyebab utama kedua dari kanker paru di Amerika.
·
Genetik
Terdapat perubahan/
mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton
onkogen.
b. Tumor
suppressor gene.
c. Gene
encoding enzyme.
2.3 Patofisiologi Kanker Paru
Perluasan dari lesi primer paru adalah carcinoma
bronchogenic, tumor pada epithelium jalan nafas. Tumor-tumor
ini dibedakan berdasarkan tipe selnya, yaitu : small cell, atau oat cell, carcinoma, dan non-small-cell carcinoma. Small
cell carcinoma kira-kira 25%
dari kanker paru, tumbuh dengan cepat dan menyebar secara dini. Tumor-tumor ini
memiliki unsur-unsur paraneoplastik, ini berarti tumor ini menghasilkan lokasi
metastasis yang dipengaruhi oleh tumor secara tidak langsung.
Small cell carcinoma bisa mensintesis bahan bioaktif dan hormon yang berperan
sebagai adrenocorticotropin (ACTH), hormon antidiuretik (ADH), dan sebuah
parathormon-seperti hormon dan gastrin
releasing peptide. Angka Non
small-cell carcinoma mencapai 75% dari angka kanker paru. Tiap tipe sel
berbeda dari segi insiden, penampakan dan cara penyebaran.
Kanker bronkogenik, tanpa
memperhatikan tipe sel, cenderung menjadi agresif, lokal invasif, dam memiliki
penyebaran/metastasis lesi yang luas/jauh. Tumor dimulai sebagai lesi mukosa
yang tumbuh menjadi bentuk massa yang melewati bronki atau menyerang jaringan
sekitar paru. Semua tipe sering menyebar melalui sistem kelenjar getah bening
yang membengkak dan organ lain (Porth, 1994). (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).
Kanker paru cenderung bermetastasis ke kelenjar limpa, otak, tulang, hati
dan organ lainnya. Kebingungan (konfusi), gangguan berjalan dan keseimbangan,
sakit kepala, perubahan perilaku bisa saja merupakan manifestasi dari
metastasis pada otak. Tumor yang menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri pada
tulang tersebut, fraktur, dan bisa saja menekan spinal cord, seperti halnya
trombositopenia dan anemia jika sumsum tulang di invasi oleh tumor.
Ketika hati di serang, gejala dari
kelainan fungsi hati dan obstruksi biliari meliputi jaundice (penyakit kuning),
anoreksia, nyeri pada kuadran kanan atas (Seale & Beaver, 1992; Wilson et
al, 1991).
Sindrom
vena cava superior, obstruksi sebagian atau seluruh vena cava superior
berpotensi menyebabkan komplikasi pada kanker paru, terutama pada saat tumor
menginvasi k mediatinum superior atau kelenjar limpa mediastinal. Baik akut
maupun subakut gejalanya dapat di catat. Telihat udem pada leher dan wajah
klien, sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dan sinkop. Vena bagian atas
dada dan vena di leher akan mengalami dilatasi; terjadiny sianosis. Udem pada
cerebaral akan mengubah tingkat kesadaran; udem pada laring dapat merusak
sistem pernafasan. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
2.4
Stadium Kanker Paru
Stadium kanker paru di tentukan oleh ukuran tumor, lokasinya, tingkat
penyebaran tumor primernya, dan jauhnya metastasis yang terjadi. Stadium kanker
dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Stadium
|
Tumor
Primer
(T)
|
Kelenjar limfe regional
(N)
|
Metastasis jauh
(M)
|
Stadium 0
|
T0àtidak terbukti adanya tumor primer.
Txàsel kanker terdapat pada sekret bronkus, tetapi
tumornya tidak kelihatan.
|
|
Mxàtidak diketahui adanya metastasis jauh.
|
Stadium I
|
T1Sàkarsinoma in situ
T1àtumor dengan diameter ≤ 3 cm dengan tidak adanya invasi ke jaringan
sekitar.
|
NOàtidak adanya metastasis pada kelenjar limpe regional.
N1à Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar –
kelenjar hilus ipsilateral.
|
MOàtidak ada metastasis jauh.
|
Stadium II
|
T2àtumor dengan diameter lebih dari 3 cm, menyerang pleura visceralis,
sehingga mengakibatkan atelektasis dan pneumonitis.
|
|
|
Stadium III
|
T3àtumor meluas secara langsung ke jaringan sekitarnya/sebelahnya, yang
mengakibatkan effusi pleura, atelektasis dan pneumonitis pada seluruh paru.
|
N2à Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar
limfe subkarinal.
|
|
Stadium IV
|
T4à Tumor menyerang mediastinum atau mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, vertebra, atau karina; atau
adanya efusi pleura yang maligna.
|
N3à Metastasis pada mediastinal kontralateral, skalenus atau
supraklavikular.
|
M1àtampak adanya metastasis jauh.
|
Gambaran
stadium kanker paru :

Stage 1 =

Stage
2 =


Stage
4 =
2.5
Klasifikasi Kanker Paru
Adapun klasifikasi kanker berdasarkan pada penampilan mikroskopik dari
sel-sel kanker itu sendiri, (http://www.totalkesehatananda.com/lungcancer1.html) :
1.
Small Cell Lung Cancers
(SCLC)
Kira-kira 20% dari
kanker-kanker paru-paru dan adalah yang paling agresif dan bertumbuh dengan
cepat dari semua kanker-kanker paru-paru. SCLC dikaitkan sangat kuat dengan
merokok, dengan hanya 1% dari tumor-tumor ini yang terjadi pada bukan perokok.
SCLC menyebar secara cepat ke banyak tempat-tempat di dalam tubuh dan paling
sering ditemukan setelah mereka telah menyebar secara ekstensif. Merujuk pada
suatu tipe sel khusus seringkali terlihat pada SCLC, kanker-kanker ini
kadangkala disebut oat cell carcinomas.
2.
Non-Small Cell Lung Cancers
(NSCLC)
NSCLC adalah kanker-kanker paru yan paling
umum, mencakup sekitar 80% dari semua kanker-kanker paru-paru. NSCLC mempunyai
beberapa tipe utama berdasarkan tipe sel-sel yang ditemukan dalam tumor :
a.
Adenocarcinomas
adalah tipe NSCLC yang paling umum
terlihat di Amerika dan meliputi sampai 50% dari NSCLC . Dimana adenocarcinomas
dikaitkan dengan merokok seperti kanker-kanker paru lainnya, tipe ini terutama
diamati juga pada bukan perokok yang mengembangkan kanker paru. Kebanyakan adenocarcinomas
timbul pada area-area bagian luar atau sekeliling dari paru-paru. Bronchioloalveolar
carcinoma adalah suatu subtipe dari adenocarcinoma yang seringkali
berkembang pada berbagai tempat-tempat di paru-paru dan menyebar sepanjang
dinding-dinding alveo yang telah ada sebelumnya.
b.
Squamous
cell carcinomas tadinya
adalah lebih umum daripada adenocarcinomas; saat ini, mereka mencakup kira-kira
30% dari NSCLC. Juga dikenal sebagai epidermoid
carcinomas, squamous cell cancers timbul paling sering di ara pusat dada di
bronchi.
c. Large cell carcinomas, kadangkala
dirujuk sebagai karsinoma-karsinoma yang tidak dapat dibedakan
(undifferentiated carcinomas), adalah tipe NSCLC yang paling tidak umum.
d.
Mixtures
(Campuran) dari tipe-tipe
NSCLC yang berbeda juga ditemukan.
TIPE SEL DAN
PREVALENSI
|
PENAMPAKAN SEL
|
PENYEBARAN
|
Small-cell
(oat cell) carcinoma : 20%-25% dai
seluruh kanker paru.
|
Pusat lesi dengan
hilar massa yang umum,mengenai mediastinal secara dini, tidak berongga,
SIADH, Cushing syndrome,
thrombopheblitis.
|
Tumor agresif,
lebih dari 40% klien memiliki tampakan metastasis yang jauh.
|
Non-small-cell
kanker : 75% dari semua kanker paru.
|
Lebih dari 25%
klien menunjukkan manifestasi yang berhubungan dengan tumor primer, lebih
dari 30% dengan metastasis, dan 33% dengan manifestasi sistemik
|
|
Adenocarcinoma :
33%-35% dari
semua kanker paru.
|
Massa periperal
mengenai bronchi; sedikit gejala lokal, hupertrophic pulmonary
osteoarthropathy
|
Metastasis awal
ke sistem saraf, tulang, dan kelenjar adrenal.
|
Squamous cell carcinoma
:
30%-32% dari
semua kanker paru.
|
Pusat lesi
berlokasi di bronchi besar, klien batuk, dyspnea, atelectasis, dan wheezing,
hiperkalsemia umum.
|
Penyebaran dari
invasi lokal.
|
Large-cell
carcinoma :
15%-20% dari
semua kanker paru.
|
Biasanya,lesi
periperal lebih besar dari kumpulan adenocarcinoma dan cenderung cavitate; gynecomastika,
thrombopheblitis.
|
Metastasis dini.
|
(LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
2.6 Manifestasi
Klinis
Manifestasi umum dan manifestasi dari sindrome paraneoplastik kanker paru
meliputi penurunan berat badan, anoreksia, fatiq, dan lemah; nyeri tulang,
tendernes dan bengkak; kelainan pada jari; adanya manifestasi endokrin,
neuromuskular, kardiovaskular, dan hematologi. Adapun manifestasi kanker paru adalah sebagai berikut :
- Manifestasi Lokal :
Ø Batuk
Ø Hemoptysis
Ø Mengi dan Dyspnea
Ø Nyeri dada, pleuritis
Ø Hoarseness dan Dysphagia
Ø Efusi pleura
Ø Sindrom vena cava superior
- Manifestasi umum
Ø Kehilangan berat badan
Ø Anorexia
Ø Demam
- Sindrom Paraneoplastik
Sistem
Endokrin
Ø Hiperkalemia
Ø Hiperphosphatemia
Ø Sindrom Cushing
Ø SIADH ( Sindrom of Inappropiate Antidiuretic Hormon )
dengan retensi air dan hiponatremia
Jaringan Penghubung
Ø Osteoarthropathy dengan penggumpalan dan inflamasi
periosteal
Efek Neuromuskular
Ø Peripheral Neurophaty
Ø Degenerasi Cerebellar
Ø Myasthenia seperti lemahnya otot
Sistem Kardiovaskular
Ø Thrombophebilitis
Ø Endocarditis
Efek Hematologik :
Ø Anemia
Ø DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation )
Ø Eosinophilia (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium dan Tes Diagnostik
Sinar X pada dada sering diberikan sebagai bukti pertama
untuk kanker paru. Jika masa tumor diidentifikasi, berbagai pelajaran
mengajarkan untuk mengidentifikasi tipe sel, luasnya invasi lokal, dan
penyebaran lokasi yang menjadi luas.
Di ikuti tes laboratorium mungkin hal yang penting bagi
pasien kanker paru, diantaranya :
Ø Pemerikasaan Cytologi pada sputum dilakukan untuk
mengartikan diagnosis kanker paru pada 40 % - 60 % dari klien. Biayanya murah
dan mudah dilakukan, diperlukan hanya sebuah sampel sputum ketika klien bangun
pagi har. Jika sel ganas diidentifikasi dalam sputum, tes positif, dan klien
mungkin disarankan untuk pemeriksaan yang lebih mahal dan berlanju. Namun, jika
hasil negatif dari tes Cytologi sputum tidak selalu berarti bahwa tidak ada
tumor, artinya tumor itu tidak sel bangsal ke sekresi mukus.
Ø CBC, pembelajaran fungsi liver, dan elektrolit serum
termasuk kalsium dilakukan untuk mengevaluasi klien untuk membuktikan
metastasis penyakit atau sindrom paraneoplastik
Pada keadaan untuk pembelajaran laboratorium di atas,
diikuti tes diagnostik diantaranya :
1.
Sinar X, adalah
bagian yang penting karena biayanya rendah, pembelajaran noninvasif yang
diberikan sesuai bukti dari kanker paru, khususnya ketika dibandingkan dengan
sebuah sinar X sebelumnya pada klien. Pada populasi yang resiko tinggi, sinar X
pada dada mungkin digunakan sebagai alat skrining untuk kanker paru.
2.
CT scan, digunakan
untuk mengevaluasi dan lokasi tumor. Itu menjadi sangat penting untuk mengkaji
tumor pada struktur mediastinal dan itu juga digunakan lebih dahulu untuk
biopsy jarum untul lokasi tumor. CT scan juga digunakan untuk menemukan
metastasis tumor yang meluas dan mengevaluasi respon tumor untuk pengobatan
dengan kemoterapi atau terapi radiasi.
3.
MRI (Magnetic Resonance Imaging),
menghasilkan sebuah resolusi tinggi dan foto dengan kualitas tinggi didasarkan
pada perbedaan dalam volume air di jaringan dan aktifitas proton. MRI
menggunakan lapangan magnetik yang kuat dan gelombang frekuensi radio dan
memiliki keuntungan jika tidak melibatkan radiasi. Itu sangat berguna untuk
mengevaluasi struktur toraks dan memisahkan jaringan normal dari kemungkinan
jaringan yang ganas dalam hilum dan mediastinum. MRI tidak menjadi alat yang
efektif untuk diagnosa kanker paru dan mengevaluasi CT scan, juga sangat mahal
dan tidak penting di semua area ( Epps, 1992 ).
4.
Bronchoscopy
merupakan bentuk yang sering diperbolehkan untuk melihat tumor dan biopsi
jaringan. Untuk prosedur ini, kemudahan bronchoscope fiberoptic diselipkan
melalui mulut, laring, dan trakea sampai bronkus. Satu massa kanker atau
jaringan yang mencurigakan diidentifikasi secara visual, aktivasi kabel dapat
digunakan untuk memperoleh sebuah specimen biopsi. Jika kanker tersebut tidak dapat divisualisasikan,
larutan salin dapat digunakan untuk membilas jalan nafas ( pencucuian bronkus),
dan sel-sel yang dihasilkan dengan cara ini dikirim untuk pemeriksaan sitologi.
5.
Prosedur lain yang
dapat dilakukan untuk memperoleh jaringan atau sel yang untuk biopsi dan
pemeriksaan sitologi, termasuk aspirasi cairan dari pleura, biopsy jarum
perkutaneus, biopsy pembuluh limfe, dan biopsy dari sisi metastasis. Tergantung pada lokasi jaringan yang diperoleh, prosedur
ini dapat dilakukan pada proses pembedahan.
Ø Mediastinoskopi, merupakan prosedur yang dilaksanakan
dengan prosedur anastesi umum dengan pengontrolan ventilasi, menggunakan sebuah
scope yang dimasukkan melalui sebuah
irisan suprainternal disepanjang bagian anterior trakea untuk memvisualisasikan
mediastinum dan untuk biopsy pembuluh limfe atau kanker. Walaupun hal tersebut
merupakan pelanggaran, namun prosedur ini memungkinkan klien terhindar dari
pembedahan yang dilakukan untuk mengevaluasi tumor. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
Farmakologi
Kombinasi
kemoterapi merupakan pengobatan yang dipilih untuk SLCL dikarenakan
pertumbuhannya yang cepat,diseminasi, dan sensitive terhadap obat sitotoksik.
Penggunaan kombinasi,obat-obat kemoterapi menyebabkan sel-sel tumor dipecah
pada bagian yang berbeda dari siklus sel dan dalam cara yang berbeda
meningkatkan keefektifan dari terapi. 50% dari klien yang menderita kanker pada stadium dini berhasil sembuh
dengan pengobatan kemoterapi kombinasi. Jika kanker sembuh pada siklus pertama
pengobatan kemoterapi maka harapan hidup menjadi lebih besar.
Kominasi kemoterapi
biasanya digunakan sebagai pendukung pada pembedahan atau terapi radiasi untuk
kanker paru. Pengobatan ini sering digunakan untuk memperpanjang harapan hidup
saat dijumpai telah adanya metastase. Ukuran kemajuan kanker lokal dapat
dikurangi sebelumnya dengan pembedahan
sehingga kanker tersebut mudah dibuang.
Pengobatan lain
yang mungkin disarankan pada klien penderita kanker paru adalah bronkodilator
untuk mengurangi obstruksi jalan nafas dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
Terapi analgesic biasanya dilakukan seiring dengan pembedahan dan untuk kanker
yang parah. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu kemungkinan yang dilakukan pada pengobatan
NSCLC; bagaimanapun, pada saat diagnosa, sebagian besar dari klien telah
memiliki melakukan pembedahan total atau sebagian pada kanker. Tujan dari
intervensi pembedahan adalah untuk mengangkat semua kanker pada jaringan;
termasuk nodul limfe. Angka bertahan hidup selama 5 tahun pada klien yang telah
melakukan pembedahan kanker hanya sekitar 30 %.
Jenis prosedur
pembedahan tergantung pada letak dan ukuran kanker; keadaan paru klien, dan
status kesehatan secara umum. Meskipun tujuan dari pembedahan ini adalah untuk
mengangkat semua jaringan , sebisa mungkin fungsional paru tetap dipertahankan.
Prosedur pembedahan yang dipilih untuk kanker yang berada pada satu lobus paru
adalah lobektomi. Jumlah lobus paru yang signifikan tetap dapat dipertahankan
saat hanya 1 lobus paru diangkat. Ruang yang ada akibat pemotongan lobus akan
diisi oleh paru yang sisa. Apabila kanker berada pada bagian perifer paru dan
tidak ada tanda penyebaran ke dinding dada atau metastasis, pemotongan
segmental, pengangkatan segmen bronkovakular dari lobus dapat dilakukan.
Prosedur pembedahan konservatif yang umum dilakukan adalah pemotongan jaringan,
pengangkatan sebagian kecil bagian dari jaringan paru termasuk bagian yang merupakan sisa dari
segmen bronkovaskular. Prosedur ini dapat dilakukan pada yang kanker kecil,
lesi terdapat di permukaan dan pada klien yang tidak dapat atau intoleransi
pada pembedahan yang luas. Lesi yang kecil pada bronkus utama dapat diangkat
dengan pembedahan sleeve atau
prosedur bronkoplastik rekonstruksi. Bagian yang memiliki lesi dibedah dan
bronkus yang masih normal diperbaiki kembali untuk mempertahankan fungsi paru.
Bronkoskopi laser digunakan untuk memotong kanker yang berada pada bronkus
utama.
Pneumonektomi merupakan pengangkatan seluruh paru, prosedur yang digunakan untuk
pengobatan kanker paru. Pneumonektomi hanya dilakukan jika kanker sudah
menyebar ke seluruh paru, termasuk bronkus utama dan atau hilum tertentu.
Pembedahan besar ini hanya dipertimbangkan pada klien yang memiliki cadangan
paru yang baik dan sehat pada masa preoperatif. Setelah pembedahan, bagian
hemitoraks yang kosong berangsur-angsur berisi cairan dan akhirnya menyatu.
Torakotomi
merupakan insisi dari dinding dada, dilakukan pada bagian paru yang luas untuk
dilakukan pembedahan. Insisi pembedahan dilakukan untuk reseksi paru termasuk
posterolateral, anterolateral, sterotomi medial, dan insisi bagian axila. (LeMone,
Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
Terapi Radiasi
Radiasi terapi meliputi penggunaan energi partikel radioaktif yang tinggi untuk menghancurkan atau
melemahkan sel kanker. Terapi radiasi digunakan sebagai pengobatan kuratif atau
paliatif atau dikombinasikan dengan pembedahan atau kemoterapi. Sebelum
pembedahan, terapi radiasi digunakan untuk “debulk”
kanker. Ketika kanker telah menyebar secara langsung pada bagian yang luas
hingga ke struktur toraks dan pembedahan tidak mungkn dilakukan atau klien
menolak untuk dibedah, terapi radiasi merupakan pengobatan yang dipilih.
Pengobatan paliatif juga membantu meringankan beberapa manifestasi tertentu
seperti batuk, hemoptysis, nyeri yang bermetastasis ke tulang, dan dispnea
karena obstruksi bronchial. Komplikasi
dari kanker paru, antara lain
sindrom vena cava superior mungkin diobati dengan terapi radiasi (Stewart,
1992; Tierney et al., 1994; Wilson et al., 1991). Terapi radiasi mungkin
diberikan dengan sinar radiasi cahaya external pada letak tumor primer atau
dengan radiasi intraluminal atau
brachyterapi. Terapi radiasi lainnya yang diberikan termasuk radiasi sisi tubuh
dan pemancaran cahaya keseluruh tubuh dengan kemoterapi diikuti dengan
transplantasi sum-sum tulang belakang.
Bagi klien yang tercatat dengan metastasis ke otak, radioterapi dengan
dosis tinggi mungkin diberikan (Stewart, 1992; Tierney et al., 1994; Wilson et
al., 1991), (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).
Terapi kanker paru lainnya
Efusi Pleura, yaitu
menumpuknya cairan diantara selaput pleura, ini merupakan komplikasi tersering
dari kanker paru. Karena cairan
menumpuk, ekspansi paru dan ventilasi alveolar terganggu. Torasentesis dapat
dilakukan untuk memindahkan cairan dari celah selaput pleura. Dalam
prosedurnya, ‘nal’ diinsersikan kedalam celah diantara selaput pleura untuk
memindahkan kelebihan cairan. Perhatikan area pemotongan pada efusi pleura
untuk diskusi lebih lanjut dari komplikasi ini dalam managemennya. (LeMone,
Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
Perawatan Kolaborasi
Karena kanker paru sudah mencapai tahap lanjut pada saat di diagnosa dan
prognosis secara umum buruk, pencegahan
penyakit harus menjadi tujuan utama untuk penyedia kesehatan. 85 % kanker paru
berkaitan dengan rokok, mengurangi penggunaan dari produk tembakau akan menjadi
sebuah tanda yang berpengaruh kuat pada kematian dari kanker paru, jauh lebih
besar pengaruhnya dari pengobatan yang dahulu.
Penegakan diagnosa yang akurat adalah langkah pertama
untuk pengobatan kanker paru. Pengobatan dilakukan berdasarkan atas lokasi
tumor, tipe sel kanker, stadium tumor dan kemampuan klien untuk mentoleransi
pengobatan. Intervensi bedah diberikan hanya untuk menandakan kesempatan untuk
mengobati. (LeMone,
Priscilla & Karen M. Burke, 1996)
2.8. Asuhan Keperawatan
I. PENGKAJIAN
Pengkajian Pre-Operasi
§
Dapatkan
riwayat keperawatan yang lengkap, berikan perhatian tertentu pada riwayat
merokok, pernafasan, dan penyakit jantung, dan
keadaan kronis lainnya. Faktor-faktor ini mungkin mempengaruhi kemampuan klien
untuk sabar menghadapi prosedur pembedahan dan rangkaian kegiatan post-operasi.
§
Kaji
pengetahuan klien dan pemahamannya tentang proses dan prosedur pokok yang akan
dilakukan. Klien yang memiliki pemahaman
yang benar tentang mengapa pembedahan harus dilakukan dan apa yang telah
dilakukan akan membuat sedikit cemas dan lebih baik bekerjasama dalam mengikuti
setiap prosedur pre-operasi dan post-operasi.
§
Lakukan
pengkajian fisik dasar. Pengkajian dasar
menghasilkan data yang dapat membandingkan periode post-operasi.
§
Berikan
dukungan emosional dan psikologi pada klien dan keluarganya. Pada keadaan tertentu saat akan menghadapi
proses pembedahan, klien mungkin akan terlihat tenang menghadapi diagnosa
kanker yang baru dan klien berpikir kemungkinan intervensi pembedahan akan
sebagian saja berhasil.
§
Berikan
petunjuk tentang prosedur post-operasi, termasuk terapi pernafasan, latihan
bernafas, dan teknik batuk. Ijnkan klien melakukan teknik ini. Proses pembelajaran akan lebih mudah
dilakukan pada masa pre-operasi, ketika rasa sakit dan hilangnya reaksi
anestesi tidak mempengaruhi klien.
§
Untuk
klien yang akan dilakukan prosedur pembedahan dengan endotracheal tube dan ventilasi
mekanik, lakukan komunikasi dengan menggunakan tangan atau gerakan mata atau
dengan menilis sesuatu. Membangun
komunikasi akan lebih mudah dilakukan pada masa pre-operasi dan dapat
mengurangi kecemasan post-operasi klien saat klien tidak dapat berbicara.
§
Jika
klien akan dikembalikan ke unit perawatan, ijinkan klien dan keluarga melihat
unit ini dan mesin-mesin yang digunakan, seperti ventilators dan monitor, yang
akan digunakan nanti. Pengetahuan tentang
penggunaan mesin-mesin ini diharapkan dan tidak akan menunjukkan komplikasi
dari pembedahan, menurunkan kecemasan klien dan keluarganya pada masa
post-operasi. (LeMone, Priscilla & Karen M. Burke, 1996).
Pengkajian Post-Operasi
§
Kaji
klien, dan lakukan perawatan secara rutin.
§
Kaji
klien dengan mengontrol rasa sakitnya, dan menyediakan obat penghilang rasa
sakit (analgesik) yang dibutuhkan. Nyeri
akibat insisi merupakan hal biasa yang mengubah pola bernafas pada klien yang
mengalami pembedahan paru.
§
Kaji
dengan sering status pernafasan klien, termasuk warna, respiratory rate dan
kedalamannya, pengembangan pada dada, suara paru, bunyi perkusi, saturasi
oksigen, dan gas darah arteri (GDA). Klien
yang mengalami pembedahan paru, terutama penting untuk mempertahankan ventilasi
dan fungsi pernafasan untuk mengurangi resiko kematian dan keadaan tidak sehat.
Pertukaran gas mungkin terganggu dengan banyak komplikasi yang berhubungan
dengan pembedahan paru, termasuk pneumothorax, atelectasis, bronchospasme,
bronchopleural embolus, dan adult respiratory distress syndrome (ARDS)
(Langston, 1992).
§ Bantu klien dengan melakukan teknik batuk efektif,
postural drainage, dan bantuan spirometry. Lakukan pengisapan endotracheal yang
dibutuhkan dan/atau dianjurkan ketika klien dalam keadaan intubated. Manipulasi pembedahan dan anestesi dapat
meningkatkan produksi mucus, yang akan
menghalangi jalan nafas klien. Perawatan kebersihan
paru penting untuk mencegah komplikasi ini.
§
Pantau
dan pertahankan ventilasi mekanik yang efektif. Hal ini penting untuk memastikan ventilas dan pertukaran gasnya cukup
pada awal masa post-operasi.
§
Pertahankan
keadaan chest tubes dan integritasnya
pada sistem drainage tertutup. Pantau keluaran chest tube setiap jam pada
permulaanya, kemudian tiap 2 sampai 4 atau 8 jam yang dianjurkan. Beritahu dokter
bila keluaran chest tubes melebihi 70 mL per jam dan/atau kecerahannya berwarna
merah, hangat, dan mengalir dengan bebas. Pertahankan
keadaannya, keutuhan sistem chest drainage penting untuk membangun kembali
tekanan negatif dalam rongga dada dan perluasan kembali paru-paru. Peningkatan
kehangatan, pengaliran yang bebas menunjukkan perdarahan intra-thorax yang
mengharuskan dilakukannya intervensi pmbedahan.
§
Kaji
tanda-tanda infeksi pada klien yang berhubungandengan luka pembedahan atau
lokasi chest tube. Gunakan teknik aseptic dalam merawat luka insisi dan
memantau alat yang digunakan. Klien
post-operasi memiliki resiko infeksi akibat insisi (penyayatan), empyema pada
rongga dada, dan pneumonia.
§
Banu
klien untuk turun dari tempat tidur dan lakukan ambulasi sesegera mungkin. Mobilisasi dini penting untuk mencegah
kemungkinan komplikasi, seperti pulmonary embolus.
§
Pertahanan
status nutrisi klien. Bila klien membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik
selama beberapa waktu, nutrisi enteral atau parenteral harus diberikan di
bagian awal. Suatu waktu klien sudah extubated, penting untuk memberikan
makanan dalam porsi kecil. Mempertahankan status nutrisi klien akan membantu
proses penyembuhan luka dan menjaga keseimbangan negatif nitrogen. Pemberian
makanan dalam jumlah kecil dan sering akan mengurangi kelelahan ketika makan. (LeMone,
Priscilla & Karen M. Burke, 1996).
II. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
1. Pola
nafas Tidak efektif
Pola bernafas dan keefektifan ventilasi pada klien dengan kanker paru
mungkin akan terpengaruh oleh tumor itu sendiri atau karena terapi yang digunakan untuk mengobati tumor
itu. Klien yang mendapat bedah reseksi memiliki resiko tinggi terutama yang
berhubungan dengan insisi torasis dan robekan otot-otot pernafasan.
Mempertahankan keefektifan ventilasi terutama sangat penting bagi klien post
operasi untuk memperluas kembali fungsi dari sisa jaringan paru-paru dan
mencegah komplikasi yang terkait dengan pembedahan.
Intervensi
keperawatan dengan rasionalnya:
·
Kaji
dan catat frekuensi pernafasan, kedalamannya, dan bunyi paru sedikitnya setiap
4 jam; lebih sering pada periode intermedia post operasi atau sesuai indikasi
kondisi klien. Ini penting untuk mendeteksi tanda-tanda kompresi pernafasan
atau untuk mengetahui bunyi paru dengan cepat demi intervensi yang efektif.
·
Pantau
denyut nadi, catatan saturasi oksigen, dan/atau hasil pemeriksaan gas darah,
laporkan adanya perubahan dari normalnya. Perubahan tingkat oksigen darah
mengindikasikan dengan cepat adanya kompresi pernafasan.
·
Kaji
lebih sering dan catat tingkat nyeri klien, berikan analgetik jika dibutuhkan.
·
Elevasikan
kepala 600 diatas tempat tidur. elevasi kepala diatas tempat tidur
ini memberikan ekspansi paru yang
optimal.
·
Bantu
klien untuk bergerak, batuk, dan nafas dalam dan/atau menggunakan spirometri
insentiv. Bantu klien splin dada dengan bantal atau selimut Ketika sedang
batuk. Tindakan ini membantu membersihkan jalan
nafas.
·
Sediakan
oksigen sesuai kebutuhan. Pemberian suplemen oksigen dapat meningkatkan
oksigenasi alveolar dan pertukaran gas.
·
Bersihkan
(suction) jalan nafas klien. Pembersihan jalan nafas sanagat penting untuk
mengeluarkan secret dimana klien tidak dapat membatukkan dan meludahkannya.
·
Pertahankan
integritas dan keadaan yang baik dari selang dada dengan perawatan yang
dianjurkan dan jaga aliran gravitasi yang tidak berhenti. Selang dada membantu
menetapkan tekanan negatif pada kapasitas torasis, yang diikuti dengan ekspansi
penuh paru kembali.
·
Jika
klien menggunakan ventilator mekanik, kolaborasi dengan ahli terapi pernafasan
dan gunakan analgetik atau sedasi sesuai yang dibutuhkan untuk mencapai
kesesuaian dengan ventilator. Keefektifan maksimal dari ventilasi mekanik yang diperlukan sistem pernafasan klien,
dikoordinasikan dengan ventilator dan hantaran pernafasan itu sendiri.
·
Lakukan
fisioterapi dada dengan perkusi dan postural drainase sesuai kebutuhan atau
yang dianjurkan. Perkusi dan postural drainase dapat membantu mempertahankan
jalan nafas yang baik dan pernafasan yang efektif.
·
Berikan
jaminan dan dukungan emosional. Tindakan ini membantu menghilangkan kecemasan
dan meningkatkan pola bernafas yang efektif.
2. Intoleransi Aktivitas
Kedua-duanya klien
yang mendapat operasi reseksi paru dan klien yang tidak dilakukan operasi
kanker paru kehilangan fungsi dari jaringan paru-paru tersebut dan area
permukaan untuk difusi gas. Kehilangan fungsi ini dapat menyebabkan intoleransi
aktivitas karena suplai oksigen yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan
oksigen seluruh tubuh.
Intervensi Keperawatan dengan rasionalnya:
·
Kaji
dan catat respon fisiologis klien terhadap aktivitas , mencakup denyut nadi,
frekuensi pernafasn, dispnea, dan kelelahan. Pengkajian ini merupakan indicator
yang baik untuk mengetahui tingkat toleransi aktivitas klien.
·
Rencana
waktu istirahat diselangselingi dengan aktivitas dan prosedur. Waktu istirahat
dapat mengurangi permintaan oksigen dan kelelahan.
·
Membantu
klien postoperasi untuk meningkatkan aktivitasnya secara bertahap. Peningkatan
level aktivitas secara bertahap dapat meningkatkan toleransi latihan.
·
Ajarkan
klien untuk memelihara energi untuk melakukan ADLs, seperti duduk saat
menggunakan shower(mandi), mengenakan dan memakai sepatu. Energy ini akan
memelihara dan mengurangi permintaan oksigen dan mengijinkan klien untuk
mandiri sebisa mungkin.
·
Tetap
sering menggunakan objek-objek yang mudah dicapai/diraih klien. Ini membantu klien menghemat energi.
·
Memberikan
terapi oksigen sesuai yang sudah ditentukan dan mengajarkan klien dan keluarga
tentang pengguanaan oksigen di rumah jika dibutuhkan. Penambahan oksigen dapat membantu meningkatkan aktivitas klien dan
toleransi aktivitas.
·
Anjurkan
klien untuk tetap melakukan aktivitas fisik. Mempertahankan level aktivitas ke derajat yang lebih baik meningkatkan
keadaan fisik klien dan emosional yang lebih baik.
·
Minta
anggota keluarga menyediakan asisten atau pembantu jika dibutuhkan. Ini membantu klien menghemat energi dan
membuat keluarga merasa memilki peranan yang penting bagi klien.
3. Nyeri
Nyeri adalah
masalah utama pada beberapa klien pos-operasi begitu juga dengan klien yang
berada pada fase terminal penyakit kanker. Penanganan nyeri yang kurang
akan memperpanjang masa pemulihan dari
operasi. Pada klien penyakit kanker yang berada pada fase terminal, nyeri
kronik dan akut harus diatasi dengan efektif agar klien dapat meninggal dengan
tenang.
Intervensi perawat dengan
berbagai rasionalisasi adalah sebagai berikut :
·
Kaji
dan dokumentasikan data subjektif dan subjektif dari nyeri. Ingat bahwa nyeri adalah pengalaman
subjektif yang dievaluasi dari pernyataan klien, skalanya, dan intensitasnya.
Perubahan pada tanda-tanda vital begitu juga dengan kemampuan klien unutk
bergerak di tempat tidur dapat
mengindikasikan nyeri yang tidak dinyatakan sendiri oleh klien.
·
Menyediakan
analgetik yang dibutuhkan untuk mempertahankan kenyamanan. Masa pemulihan pos-operasi dan perbaikan fungsi diberikan dengan
manajemen nyeri yang adekuat.
·
Untuk
klien dengan rasa nyeri pada penyakit kanker, pertahankan dengan seksama
pemberian obat-obatan sesuai jadwal dengan menggunakan narkotik, obat
anti-inflamasi nonsteroid, dan obat-obatan lain yang dianjurkan. Obat yang bersifat candu tidak boleh diberikan pada klien penyakit kanker
stadium akhir ;memberikan rasa nyaman yang adekuat pada nyeri sehingga tidak
memberikan pemecahan nyeri yang benar.
·
Menyediakan
atau membantu klien dengan tindakan yang
memberikan kenyamanan, seperti pijatan, posisi, distraksi, dan teknik
relaksasi. Teknik-teknik
ini memberikan relaksasi dan mengurangi nyeri.
·
Membantu
klien dan keluarga untuk merencanakan dan mengatur aktivitas yang memberikan distraksi dari nyeri
seperti membaca, menonton, dan interaksi sosial. Distraksi membantu klien untuk tidak memikirkan
nyeri.
·
Habiskan
waktu bersama klien sebisa mungkin, minta anggota keluarga untuk menemani
klien. Kehadiran perawat dan anggota
keluarga memberikan semangat emosional bagi klien.
4. Antisipasi
dukacita
Klien yang didiagnosa dengan kanker paru-paru menghadapi kemungkinan
kematian yang sangat nyata dalam waktu 1 tahun karena kebanyakan kanker
paru-paru terdiagnosa pada stadium yang cukup parah. Dukacita sebagai persiapan
hilangnya kehidupan adalah respon yang normal karena klien dan keluarga sudah
mulai menerima diagnosa. Tujuan dari intervensi keperawatan adalah meminta
klien dan keluarga menyatakan perasaan dan pemikiran tentang kehilangan yang
mungkin terjadi, mulai mengalami proses dukacita, membuat keputusan,
menggunakan sumber-sumber yang tepat dan mekanisme koping yang sesuai dengan
kehilangan.
Intervensi keperawatan dengan
berbagai rasionalisasi sebagai berikut :
·
Habiskan
waktu bersama klien dan keluarga. Waktu
yang dibutuhkan untuk mengembangkan kepercayaan dan hubungan teraupetik.
·
Menjawab
pertanyaan dengan jujur; jangan menyangkal/mengingkari efek-efek yang mungkin
terjadi akibat penyakit tersebut. Kejujuran
akan memperkuat dalm menghadapi kenyataan dan membuat klien dan keluarga dapat
mengendalikan keputusan yang dibuat.
·
Anjurkan
klien dan keluarga untuk menyatakan perasaan mereka, ketakutan, dan hal-hal
yang mereka khawatirkan. Mengungkapkan
perasaan membantu mengembangkan pemahaman dan penerimaan.
·
Membantu
klien memahami proses dukacita dan menerima perasaannya sebagai hal yang
normal. Perasaan bersalah, marah, atau
depresi bisa menyebabkan klien menarik diri dari sekitarnya. Penjelasan dari
proses dukacita memperkuat pemahaman klien dan kemampuan koping.
·
Membantu
klien dan keluarga mengidentifikasi kekuatan dan koping yang menyenangkan yang
bisa digunakan dengan efektif di masa lalu. Memberikan penguatan positif
sebagai sikap koping yang efektif. Tindakan
koping yang efektif untuk klien dan keluarga di masa lalu dapat membantu mereka
menerima situasi pada saat ini dan memiliki rasa penguasaan.
·
Menolong
klien dan keluarga membuat keputusan mengenai pengobatan dan perawatan. Hal ini juga penting agar dapat memberi
mereka kemampuan dalam menguasai hal tersebut.
·
Anjurkan
klien dan keluarga mendatangi sistem pendukung yang lain; seperti kegiatan
keagaman dan kelompok sosial. Minta klien dan keluarga menghubungi kelompok
pendukung, layanan sosial yang sesuai dan perawatan yang dianjurkan. Memberikan
literatur American Cancer Society dan informasi yang berhubungan dengan hal
tersebut. Sistem-sistem pendukung ini
memberikan dorongan emosional dan membantu klien dan keluarga mengatasi masalah
tersebut.
·
Diskusikan
terlebih dahulu berbagai instruksi dan surat kuasa untuk perawatan kesehatan
bagi klien dan keluarga. Dokumen-dokumen
ini memberi klien dan keluarga kemampuan untuk mengendalikan tingkat perawatan
kesehatan yang disediakan jika klien tidak lagi mampu mengungkapkan keinginannya.
5. Diagnosa
keperawatan lain
Walaupun kebutuhan
berbagai klien berbeda, diagnosa keperawatan berikut bisa disesuaikan untuk
klien penyakit kanker :
·
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan kehilangan jaringan di paru-paru
·
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya tumor obstruktif
·
Cemas berhubungan
dengan penyakit terminal
·
Gangguan
pergerakan fisik berhubungan dengan pembedahan di rongga dada
6. Pengetahuan
Klien dan Keluarga
Pengetahuan utama yang dibutuhkan
klien dan keluarga klien yang menderita kanker paru adalah informasi tentang
penyakitnya, prognosis penyakit, dan strategi rencana pengobatan. Memberikan informasi dan jawaban yang jujur,
jangan memberikan harapan yang salah.
Stress akibat berhenti merokok
sangat penting diperhatikan, khususnya setelah pembedahan dilakukan. Klien yang
menderita kanker paru mungkin sulit mengenali kebutuhan untuk berhenti merokok.
Informasi tentang efek nikotin dan ter dalam asap rokok yang dapat mempengaruhi
penyembuhan dan jaringan paru.
Memberikan informasi tentang rencana
pengobatan seperti kemoterapi atau terapi radiasi, menjelaskan tentang efek dan
efek samping yang biasa terjadi. Membantu klien mengembangkan strategi
perlindungan terhadap efek yang mematikan. Jika klien sudah dilakukan
pembedahan, berikan informasi tentang aktivitas dan latihan untuk meningkatkan
kekuatan dan memulihkan kembali fungsi tubuh. Jelaskan kebutuhan tentang batuk
efektif dan latihan nafas dalam dirumah. Informasi tentang manifestasi klinis
harus di laporkan oleh physician : demam, meningkatkan nafas pendek, batuk,
meningkatnya sputum, kemerahan, nyeri, bengkak, atau penumpukan cairan.
Diskusikan tentang ketentuan
pengobatan, diantaranya efek samping yang potensial dan interaksi dengan obat
atau makanan. Ajarkan klien tentang penggunaan analgesik dan nyeri yang timbul postoperasi atau nyeri
kronik.
Memberikan informasi tentang
kesehatan rumah, kelompok local pemberi motivasi kanker untuk klien dan pemberi
perawatan dan pelayanan dari American cancer society. (LeMone, Priscilla &
Karen M. Burke, 1996).
Implikasi Manajemen Keperawatan: Klien Menerima Terapi
Radiasi
Klien dengan kanker paru mungkin bisa diberikan terapi radiasi saja atau di
kombinasikan dengan pembedahan atau kemoterapi. Walaupun terapi radiasi mudah
dikontrol dan mengarah pada arah yang spesifik dari sel kanker, tetapi beberapa
sel normal dapat juga rusak selama proses pengobatan. Asuhan keperawatan dan
pengajaran yang diberikan terhadap klien dapat membantu melindungi klien dari
efek samping yang tidak nyaman yang ditimbulkan dari terapi radiasi.
Tanggungjawab keperawatan
·
Menilai
klien untuk mengetahui efek yang kurang baik dari terapi, diantaranya kerusakan
integritas kulit.
·
Kaji
tanda-tanda pneumonitis radiasi klien, seperti dsypnea, batuk kering dan demam.
·
Kaji
manifestasi pericarditis klien diantaranya nyeri dada, gesekan friksi
pericardial, suara jantung yang dalam, denyut nadi paradoxical, dan EGC
abnormal. Memberitahu klien gejala-gejala fisik
yang terjadi.
·
Observasi
adanya esophagitis klien, diantaranya nyeri, sakit dikerongkongan, susah
menelan.
·
Adanya
tanda seperti cekungan yang tidak dapat hilang pada fisik untuk
mengidentifikasi pengobatannya seluas bidang atau permukaan yang lebih luas.
·
Tidak
menggunakan sabun, lotion, bedak, atau yang lainnya yang dapat menyebabkan
nyeri pada area radiasi menyebar. Bersihkan kulit dengan pelan (lemah lembut)
dengan menggunakan air hangat saja.
·
Jika
nyeri atau drainase meningkat pada area yang diradiasi, akan ditunjukkan oleh
tubuh. Seperti adanya kemerahan atau warnanya menjadi gelap pada area
pengobatan hal tersebut normal.
·
Meningkatkan
intake cairan untuk mencairkan secret pernafasan.
·
Menyediakan
analgesik dan anastesi seperti viscous lidocaine untuk menghilangkan dysphagia
dan nyeri kerongkongan.
·
Memberikan
makanan lunak, makanan dingin dan cairan untuk mempertahankan status nutrisi
dalam jumlah sedikit tapi sering.
·
Memberikan
antiemetic (anti muntah) terlebih dahulu pada makanan jika mual menjadi
masalah.
Pengetahuan
Klien dan Keluarga
·
Ajarkan klien untuk
mencuci kulit pada area pengobatan dengan lembut, jangan menggunakan sabun,
lotion, obat salep, bedak, merendam dengan minyak, atau parfum kecuali jika
ditentukan oleh physician.
·
Instruksikan
klien untuk memperhatikan tanda cekungan yang ditemukan pada area pengobatan.
·
Jika
klien mengalami peningkatan dyspnea atau pneumonitis, ajarkan posisi yang
tepat, teknik pursed-lip, dan latihan relaksasi untuk memfasilitasi pernafasan.
·
Yakinkan
klien bahwa pneumonitis hal umum yang terjadi dalam proses waktu yang terbatas
dan akan terpecahkan ketika radioterapi telah lengkap dilakukan.
·
Ajarkan
klien tentang manifestasi klinis dari perikarditis, yang mungkin berkembang
selama pengobatan atau sampai 1 tahun setelah terapi selesai dilakukan. Nyeri
dada atau tekanan, denyut jantung cepat dan demam mungkin merupakan tanda
perikarditis ; kelelahan yang meningkat, dsypnea, dan lightheadedness dapat mengindikasikan proses yang kronik dengan
efusi pericardial dan mungkin tamponade jantung.
·
Instruksikan
klien untuk mematuhi pengobatan atau prosedur yang telah ditentukan seperti perikardiotomi yang digunakan untuk
mengatasi komplikasi dari terapi radiasi.
·
Ajarkan
klien untuk menghindarkan makanan yang panas, pedas, atau makanan berlemak dari
diet jika esophagitis menjadi masalah. Alkohol
dan tembakau juga harus dihindarkan.
·
Istirahat dan nutrisi
yang adekuat sangat penting untuk mengurangi gejala dari kelelahan radiasi,
yang umum terjadi pada klien yang menerima terapi radiasi untuk kanker paru.
Kelelahan adalah hal umum yang terjadi yang bersifat sementara.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Setelah mendapati adanya darah pada batuknya, James Mueller, berusia 68 tahun
berhenti bekerja dari sebuah kilang, dia menemui dokternya. Dokter menyarankan
untuk melakukan pemeriksaan X-ray yang menunjukkan adanya massa yang diduga
pada bagian tengah dari paru-paru kanan Tn. Mueller. Tn. Mueller menyetujui untuk kembali ke rumah
sakit pada minggu berikutnya untuk tes diagnostic.
- Pengkajian
Anita Sarros, RN, meminta Tn. Mueller untuk melakukan pemeriksaan onkologi
dan memperoleh perawatan. Dia mencatat bahwa Tn. Mueller sudah menikah,
memiliki 3 orang anak dan 10 orang cucu. Dia bekerja di sebuah peleburan kertas selama 35
tahun sebelum dia berhenti pada umur 60 tahun. Dia mendeskripsikan dirinya
sebagai orang yang cukup sehat kecuali untuk batuk kronik rokok, dia mengakui
bahwa dia mulai merokok sewaktu menjadi seorang tentara. Dia memiliki riwayat
merokok 50 bungkus per tahun, mengkonsumsi 1 bungkus per hari selama 50 tahun,
sejak berusia 18 tahun. Tn. Mueller berkata dia sudah mencoba berhenti merokok
setelah mendapat serangan jantung 3 tahun yang lalu tetapi dia kembali mulai
merokok setelah 4 bulan kemudian. Pada pertanyaan selanjutnya, Tn. Mueller
menyatakan bahwa batuknya mulai produktif sejak beberapa bulan yang lalu,
khususnya di pagi hari. Dia juga mengatakan akan mencoba bernafas lebih pendek
dari biasanya dengan melakukan aktivitas fisik.
Dari hasil
pemeriksaan Tn. Mueller menunjukkan bahwa
- Tekanan darah : 162/86
- Denyut nadi : 78x dan teratur
- Frek. Pernafasan : 20 x
Warna kulit baik
dan kulitnya kering dan hangat. Nn. Sarros mencatat bahwa pada saat inspirasi
dan ekspirasi terdapat wheezing pada
dada bagian kanan tetapi secara keseluruhan suara nafas baik. Tidak ada
ditemukan tanda ketidaknormalan pada pemeriksaannya. Pada pemeriksaan fisik
pagi hari diambil specimen dahak untuk pemeriksaan cytology lebih dari 3 hari
dan dijadwalkan CT scan pada pagi hari setelah mengurus administrasi. Hasil CBC
Tn. Mueller menunjukkan anemia ringan tetapi hasil pemeriksaan panel kimia
menunjukkan tanda sangat normal.
Hasil pemeriksaan
sitologi sputum menunjukkan positif small-cell
bronchogenic cancer. Hasil CT-can menunjukkan adanya pusat massa
berdiameter kira-kira 4 cm dengan diikuti pembengkakan kelenjar getah bening
mediastinal dan subclavikular. Sebuah massa yang kecil juga ada pada lumbar
spine Tn. Mueller.
Setelah berunding
dengan ahli fisik dan onkologinya Tn. Mueller memutuskan untuk mencoba
pengobatan kemoterapi ahli onkologinya
merekomendasikan untuk mengkombinasikan terapi dengan regimen CAV yaitu :
cyclophosphamide (Cytoxan), doxorubicin (Adriamycin), dan vincristine
(Oncovin).
- Diagnosa Keperawatan
Nn. Sarros
mengembangkan diagnosa keperawatan Tn. Mueller sebagai berikut :
- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya massa tumor.
- Resiko perubahan status nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek samping kemoterapi.
- Resiko koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan diagnosa baru kanker paru.
- Kurang pengetahuan tentang kanker paru dan membantu untuk berhenti merokok.
- Perencanaan dan Implementasi
Ms. Sarros
merencanakan dan melaksanakan intervensi yang sudah ditetapkan untuk Tn. Mueller:
·
Mengajarkan
batuk, nafas dalam, dan tindakan hidrasi untuk mendukung bersihan jalan nafas.
·
Mendiskusikan
gejaa yang harus dilaporkan kepada dokter: peningkatan dispnea atau hemoptisis,
beberapa stidor atau wheezing, nyeri
dada.
·
Mendiskusikan
tindakan untuk mengurangi mual akibat pengobatan kemoterapi, termasuk
premedikasi dengan menggunakan obat antiemetik.
·
Menyarankan
Tn. Mueller dan Ny. Mueller berdiskusi dengan ahli gizi untuk merencanakan pola
diet agar dapat mempertahankan berat badan ideal.
·
Mendiskusikan
efek yang mungkin terjadi akibat kanker paru dengan Tn. Mueller
dan Ny. Mueller.
·
Menganjurkan
Tn. Mueller dan Ny. Mueller berkumpul dengan keluarga untuk mendiskusikan
penyakitnya kepada anak dan cucunya.
·
Menilai
tingkat pengetahuan dan pemahaman anggota keluarga mengenai penyakit kanker
paru, meluruskan informasi yang salah, dan memberikan pendidikan jika
diperlukan.
·
Memberitahukan American
Cancer Society (ACS) untuk menghubungi keluarganya.
·
Meyediakan
perawatan kanker lokal yang mendukung.
·
Untuk
tetap mengontrol dan merujuk ke tempat pelayanan kesehatan dan memberikan
pendidikan kesehatan.
·
Merencanakan
agar Tuan Mueller dapat berhenti merokok
·
Memberitahukan
dokter untuk menyediakan resep obat pengganti nikotin bagi Tuan Mueller.
Hasil yang diharapkan
Hasil yang
diharapkan yang sudah ditetapkan pada rencana perawatan Tn. Mueller diharapkan
bahwa dia maupun keluarganya akan:
1. Mempertahanan
jalan nafas yang baik
2. Mempertahankan
berat badannya yang normal
3. Menyatakan
perasaan dan perhatian tentang efek kanker di keluarga
4. Ikut serta dalam
proses perawatan
5. Bergabung dengan kelompok pendukung yang tepat
6. Dapat mengungkapkan pengertian penyakitnya,
pengobatannya, dan prognosis
7. Membuat rencana untuk
berhenti merokok
- Evaluasi/Hasil
Tuan Mueller mendapatkan kemoterapi yang pertama di rumah sakit dan berakhir
4 hari setelah masuk ke rumah sakit. Setelah 3 bulan menjalani kemoterapi,
tumornya hanya sedikit teratasi, dan dari hasil scan hepar, menunjukkan adanya
metastasis. Dia dan istrinya memutuskan untuk menghentikan kemoterapi,
keputusan itu kurang disetujui oleh anaknya. Dokter menyarankan agar Tuan dan
Nyonya Mueller ke unit pelayanan kesehatan. Dengan bantuan perawat dan tim
kesehatan lainnya, Tuan Mueller menghabiskan waktunya di rumah. Untuk mengatasi
nyeri awalnya dapat di atasi dengan MS Contin oral, di kombinasikan dengan
morpin sulfat, dan dengan infus morfin secara intravena. Tuan Mueller meninggal
di rumahnya, 9 bulan setelah di diagnosa kanker paru. (LeMone, Priscilla &
Karen M. Burke, 1996).
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah,R. (1985). Kanker Paru di
RSAL Dr Mintohardjo. Dibuka di website: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_KankerParudiRSALDrMintohardjo.pdf/06_KankerParudiRSALDrMintohardjo.html
LeMone, Priscilla & Karen M. Burke. 1996.
Medical-Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care Book 2.
California: Addison-Wesley Nursing.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi 3. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Total Kesehatan.com. (2008). Kanker Paru-paru (Lung Cancer). Dibuka di website: http://www.totalkesehatananda.com/lungcancer2.html
Total Kesehatan.com. (2008). Kanker Paru-paru (Lung Cancer). Dibuka di website: http://www.totalkesehatananda.com/lungcancer1.html
Underwood, J.C.E. (1999). Patologi Umum dan Sistematik Edisi
2. EGC: Jakarta
Situs Gambar :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar